Teologi islam secara holistic yang mengatasnamakan doktrin panteisme, bernama Al-Hallaj, pada tahun 922 M terkena vonis kematian, mereka menilai ajaran Al-Hallaj dengan terminology “Anaa AL-Haqq”. Atau”Akulah kebenaran tertinggi”. Kemudian ajaran pantheisme atau “manunggaling kawulo gusti”. Yang berakar dari ajaran mistik islam kejawen yang dianut oleh pujangga besar Raden Ngabehi Ronggo warsito, dalam “serat wirit Hidayat Jati”.
Didalam faham trinitas wirid hidayat jati dinyatakan bahwa “Allah itu badan-Ku Rasul itu Rahsa-ku dan Muhammad itu Cahya-ku. Diri manusia dibagi menjadi tujuh lapis, dari halus sampai kasar yang menjadi wahananya Dzat yaitu
  1. Khayu, artinya Hidup disebut Atma
  2. Nur artinya Cahaya, disebut pranawa
  3. Sir artinya Rahsa disebut pramana
  4. RohArtinya nyawa, disebut suksma
  5. Nafsu artinya Angkara
  6. Akal, artinya budi
  7. Jasad artinya badan
Alam juga dibagi menjadi 7 tingkatan yaitu:
  1. Alam Rohiyah artinya alam nyawa
  2. Alam siriyah artinya alamnya Rahsa
  3. Alam Nuriyah artinya alamnya cahya
  4. Alam nuriyah luhur
  5. Alam Uluhiyah artinya lamanya Tuhan
  6. Alam Uluhiyah luhur
  7. Alam Uluhiyah yang paling luhur
Disamping itu terdapat Tahta Mahgligai yang menjadi wahanyanya kanugrahan (karunia Tuhan) sebab Nugraha itu Dzatnya Tuhan dan kanugrahan itu sifatnya kawula yang tinggal didalam tubuh manusia, yaitu :
  1. Bait-Al- Makmur, terletak didalam kepala Adam
  2. Bait-Al Muharam terletak didalam dadanya Adam
  3. Bait-Al-Muqoddas terletak didalam kemaluanya Adam
Disamping itu ia mengemukakan cara Manekung (Meditasi ) Warisan Panembahan Senopati dan cara meluluhkan badan (mensyucikan diri lahir dan bathin. Warisan dari Sunan Pakubuwono 1.
Secara suprematif dalam surat Thaha, 20:14,’’’ sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tiada Tuhan selain Aku dan dirikan sholat untuk mengingatku”. Kemudian Al-ghazali dalam statement nya “Ektasis bukanlah terleburnya makhluq dalam Allah sebagai kesatuan dlam identitas “ittihad”. Juga bukan manunggalnya atau penyatuan antara dua pihak yang berbeda pada tingkat “Ada”. Yang sama seolah-olah dalam ucapan –ucapan para mistisi yang mengalami kedasyatan Allah sehingga menimbulkan kesan hiperaktif, akibat mabuk cinta kasih.

Secara juridis dalam firman-firman Allah sebagai berikut :
“sesungguhnya Dia Maha Meliputi Segala Sesuatu”.
( QS. Fushshilat, 41; 54 )

“dan tiap-tiap sesuatu pasti binasa kecuali wajah-Nya”
( QS. Qashash, 28;88 )

“ dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat nadi “.
( QS. Qaaf, 50; 16 )

Berikut ini para mufasirrin Ali Ash Shabuni menafsirkan bahwa “ innahu bikulli syai’in Muhit”. Dalam hal ini secara implist adalah ilmunya baik secara global maupun terperinci, lebih tegasnya Allah merupakan Subjek yang meliputi segala sesuatu, dia sebagai subjek yang mengetahui segala maklumat tak terbatas kemudian segala sesuau adalah dhomir Huwa, yang menunjukkan orang ketiga tunggal yang melakukan suatu perbuatan, tetapi dengan alas an apa mereka menggantikan arti huwa ( dia ) menjadi sifat segala sesuatu, sedangkan kita tahu itu ada karena ia ada “Wujud”.
( tempat bergantungnya segala sifat memiliki kesempurnaan meliputi zat, sifat, af’al dan asma. Dhomir huwa merupakan wujud sedangkan sifat, af’al dan asma, merupakan diluar dirinya (wujud-Nya ) tetapi bergantung pada dirinya, karena adanya disebut oleh zat(sosok)
Sedangkan “ dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat nadi”.seolah-olah zat itu sendiri yang lebih dekat dari urat leher, Allah lebih dekat terhadap manusia daripada keringatnya yang bercampur baginya,

Kemudian Syech nawawi, maupun Ali Shabuni menafsirkan “segala sesuatu pada hakikatnya adalah fana’(binasa) kecuali Zatnya yang kekal dan Qudus
Didalam penghayatan mistisnya para sufi menafikan segala sesuatu termaksud dirinya sendiri, sehingga muncul kesadaran”yang wajib ada adalah yang mutlak”. Laa maujudaa illallah, sebenarnya konsepsi monotheisme, yang dibawa oleh rosullullah SAW, pada hakikatnya segala sesuatu akan binasa kecuali wajahnya yang abadi (Baqa)
Seorang nabi Musa meyelami arti diri sampai batas tertinggi berkendak menemui tuhan yang pada akhirnya dikabarkan dalam Al-qur’an ia pingsan, sebuah rahasia terungkap namum pembodohan bagi mufasirrin, secara logis nabi musa pingsan…apakah arti pingsan menurut mufasirrin, ia menjawab karena tarberdaya melihat kuasa tuhan yang disebut Cahaya tertinggi, permasalahanya berdasarkan Apa ia menafsiri, berdasarkan ilmu bersifat matrilais, ataukah medis, peninjauan segara implicit, bahwa, ketika berdasarkan matrialis ilmu berarti ia adalah kebohongan, alasanya, karena ia belum menjalani, berdasarkan fisik yang lebur karena energi cahaya itu rasional, sebuah bentuk apapun didunia dinilai dari radius berapa, sebuah benda pasti hancur atau tidak itu dinilai dari hokum jarak kecepatan dibagi waktu, tetapi secara teoritis belum mendekati kebenaran, sedangkan kebenaran itu diakui secara empiris bahwa setiap teori bermula dari eksperimen dan eksperimen demikian diartikan sebagai Case of Reseach,cukup bisa dianggap Valid karena de jure atau de facto. Sedangkan kebenaran penulis bahwa makna pingsan menurut penulis ia tak tahu apa-apa dan tidak berarti apa-apa, yang dalam istilah jawa “TAN KENO KINOYO NGOPO”..
Berikut landasan fundamen penulis berdasarkan De Jure maupun De Facto
Sedangkan menurut penulis, ia ada adalah keniscayaan, bermula dan mengakhiri, semua berasal dari ketiadaan, wujud dan berkehendak dimana ia belum menemukan sumber diri, ketika ia berusaha menjadi insane kamil, ia berputar dengan egosentris tatkala itu adalah wujud tetapi fana; dan didalam wujud itu ego berperan ingin menguasai arti dari hidup yang dalam kekuatan itu ada nilai yang berpangkal dari ilmu yang menganggap dirinya berjalan karena ilmu segala yang terbatas dan tak terbatas pada hakikatnya adalah terbatas, karena ketidakterbatsan itu pada hakikatnya adalah terbatas semua itu fana baik ilmu sejati ataupun ilmu materi, seseorang berjalan melalui hakiki dan kembali menuju hakiki, dan hakiki pada hakikatnya lenyap tanpa kata, tanpa aksara tanpa ilmu tanpa amal, semua kosong karena wujud pada hakiki adalah kosong tuhan esa melainkan kosong karena Esa ketika ia masih berbeda dengan diri ketika menyatu semua hanylah kosong dan esa, esa dan kosong itu tidak ada karena kemenjadian adalah terjadi dan ada bukan ada dan berada bukan berada ada dan berada pada hakikatnya sama terpisah karena ruang menyatu bukan karena ruang semua fana dan mati jism, wujud, akal ruh, nafas, nufus, tanaffas, anfus air,angin, tanah, api, anasir, arah mata angin, bumi, matahari, bulan bintang rosul, dulur sejati, ilmu sejati khalifah itu kosong, karena setiap elemen pada hikakatnya adalah wujud tapi fana, hakiki adalah fana, maya dan nyata itu tidak ada yang ada berarti tidak ada, setiap definisi adalah ilmu ketika ilmu berarti semu adalah kosong,
http://syangar.bodo.blogspot.co.cc