QuantcastAlakisah, seorang anak sedang mondok untuk menimba ilmu di Ponorogo – di pesantren milik Mbah Kyai Hasan Besari. Namanya Raden Burhan. Dia adalah cucu dari salah seorang tumenggung keraton Solo.
Dalam perjalanannya mencari ilmu ternyata dia ini termasuk golongan anak yang kurang cerdas bahkan bisa dikatakan bengal. Sampailah suatu masa dia mengeluh kepada ‘Paman’ penjaganya. (Sebagai seorang ningrat maka kemanapun pergi di’sangoni’ seorang penjaga atau pamomong).
Si Burhan kecil bertanya kepada pamannya ini mengapa dia bodoh sekali. Dia ingin juga pandai seperti anak-anak yang lain. Sang paman menerangkan dan menganjurkan untyk tirakat memohon kelebihankepada Allah swt. Akhirnya dipilihlah methode ‘topo kungkum’ dalam menjalankan tirakat.
Topo kumkum adalah ritual berendam dalam air. Biasanya dipilih air sungai yang mengalir airnya. Maka Raden Burhan dengan diantar sang penjaga ini melaksanakan ritual topo kungkum selama 40 malam. Pada malam yang terakhir terjadi kejadian yang luar biasa yaitu seberkas cahaya biru kehijau-hijauan datang dari langit dan jatuh tepat padanya saat kungkum berendam di sungai tersebut. Mungkin itu adalah tanda datangnya pertolongan Allah. Buktinya selepas itu Raden Burhan menjadi sangat cerdas. Bukan hanya cerdas dari segi ilmu-ilmu lahiriah saja tetapi juga dianugerahi ilmu-ilmu bathiniah yang lembut-lembut nan dalam.
Hingga karena kecerdasannya dan ke’wasis’annya (mempunyaimata hati yang ‘linuwih’ maka setelah dewasa beliau diangkat oleh Susuhunan Mangkunegoro sebagai pujangga dalem keraton. Beliau diberi anugerah gelar Kanjeng Raden Hangabehi Ronggowarsito.


Karya-karyanya antara lain adalah kitab Kolotido dan kitab Serat Wirid Hidayat Jati. Kitab Kolotido berisi prediksi-prediksi masa depan apa yang akan terjadi. Bisa jadi juga hal tersebut adalah sindiran pada masyarakat waktu itu. Khusunya sindiran kepada para pembesar-pembasar keraton yang dianggapnya tidakj amanah. Salah satu ‘tembang’ (syair) dalam kitab tersebut adalah Jaman Edan.
Tembang Jaman Edan menerangkan bahwa suatu saat makan terjadilah apa yang namanya jaman edan. Suatu kondisi kemasyarakatan yang sudah tidak mengindahkan kebenaran dan keadilan. Disebut zaman gila atau edan. Yang diburu hanyalah ‘keduman’ uang alias harta. Tak perduli caranya. Namun beliau memberi peringatan bahwa sesukses-suksesnya orang yang edan tentu akan lebih sukses orang yang senantiasa ‘eling lan waspodo’ yaitu senantiasa ingat dan waspada.
Sedangkan kitab Serat Wirid Hidayat Jati berisi ajaran tasawuf yang bercorak falsafati. Menerangkan ‘sangkan paran’ (asal dan arah tijuan ) kehidupan beserta lika-likunya. Juga ditekankan dasa soal tauhid dalm versi Kejawen-Islam atau bisa juga disebut Islam Kejawen. Hanya saja Beliau memberi peringatan keras pada bagian ‘Pembukaan Kitab’ (Bahosi Kawuningan) bahwa barang siapa yang tidak ada guru yang sanggup menjelaskan isi kitab itu maka siapapun dilarang membacanya karena akan ‘kesasar’ alias salah persepsi.
Sayang sekali generasi Islam masa kini sudah tidak mengenal karya-karya ulama  Islam di Tanah Jawa ini. Bukan salah mendalami kitab-kitab kuning yang rata-rata kitab Arab sebagai rujukan belajar agama Islam (tentu dengan sumber pokok Alquran dan Kitab Hadis) tetapi akan lebih ‘berwawasan’ jika juga menelaah karya dan pemikiran ulama Jawa dahulu. Sehingga kta tidak tercerabut dari akar kesejarahan yang mengantar kita masuk alam moderen ini. Wallahu ‘alam.
http://syangar.bodo.blogspot.co.cc
http://hidupsuksestiknan.wordpress.com/2011/02/03/r-ng-ronggowarsito-sang-ulama-pujangga/