ISLAM DAN NASIONALISME

Indonesia adalah negara yang paling majmuk di dunia, baik dalam hal kondisi geografis, keanekaragaman suku bangsa, keanekaragaman adat dan budaya, serta keberagaman keyakinan, oleh karena itu secara teoritis mempunyai potensi untuk menjadi negara besar. Namun juga sangat terbuka kemungkinan terjadinya ketegangan dan konflik. Karena pada kenyataannya, keberagaman etnik dan religi merupakan sebuah perbedaan yang sulit dipersatukan di negara manapun.
Keanekaragaman di Indonesia ini tidak akan bisa bersatu apabila berbagai golongan yang ada lebih mementingkan golongannya sendiri tanpa mempedulikan golongan lain. Oleh karena itu, untuk membangun persatuan bangsa ini diperlukan sikap yang moderat, toleran, seimbang dan adil dari semua golongan serta menyadari sepenuhnya bahwa keragaman adalah sebuah hal yang tidak dapat dipungkiri di nusantara ini.
Untuk itu berbicara dasar negara kesatuan republik indonesia, tentunya tidak lain adalah PANCASILA. Dimana pancasila yang mengandung nilai-nilai universal dengan prinsip “Bhineka Tunggal Ika”nya, itu digali dari bumi pertiwi dan disepakati sebagai konsensus nasional untuk menjadi dasar negara kesatuan republik indonesia dan menjadi payung kehidupan bersama dalam berbagai perbedaan. Namun disisi lain kita kita juga pernah mendapatkan keterangan bahwa Pancasila sebagai Dasar Negara itu tidak sesuai dengan ketentuan agama Islam. Siapa bilang? Itu merupakan sebuah kesimpulan yang terburu-buru dan merupakan pemikiran yang sangat sempit dan dangkal. Kenapa demikian? Karena Pncasila sebagai dasar negara Indonesia sebenarnya sudahlah sangat Islami (sesuai dengan tuntunan agama Islam). Oleh karena itu dalam kesempatan ini mari kita buktikan dan kita lihat bersama-sama, kesesuaian sila-sila yang terkandung dalam Pancasila dengan Ayat-ayat Tuhan yang termaktub di dalam Kitab Suci-Nya yaitu Al Qur’an al-karim.

1.    ISLAM dan Dasar NKRI (Pancasila)
Berbicara dasar negara kesatuan republik indonesia, tentunya tidak lain adalah PANCASILA. Pancasila yang mengandung nilai-nilai universal dengan prinsip “Bhineka Tunggal Ika”nya, digali dari bumi pertiwi dan disepakati sebagai konsensus nasional menjadi dasar negara kesatuan republik indonesia. Dimana konsensus percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa dapat melampaui perbedaan agama dan etnis dalam sebuah masyarakat bangsa. Di sisi lain, terjadinya konflik dan ketegangan di beberapa kawasan republik Indonesia pada era sertelah reformasi membuktikan bahwa kurang hati-hatinya negara kita dalam mengelola kemajemukan dapat membahayakan keutuhan bangsa. Dengan demikian yang menjadi tantangan bersama saat ini adalah bagaimana kita dapat mewujudkan potensi dan simbol-simbol kebhinekaan dalam perspektik ketahanan sosial-budaya tanpa mengorbankan cita-cita reformasi itu sendiri.
Atas terjadinya ketegangan dan konflik yang terjadi di berbagai daerah beberapa waktu lalu, beberpa kelompok berkesimpulan bahwa dasar negara kita Pancasila sudah tidak relevan untuk mengatasi problem bangsa tersebut. Untuk menjawab problem tersebut, santri Pondok Pesantren Ngalah di bawah asuhan KH. M. Sholeh Bahruddin (Kiai Sholeh) telah membuktikan bahwa Pancasila sebenarnya sudah sesuai dengan tuntunan Islam, karena isi yang terkandung dalam Pancasila telah sesuai dengan dalil-dalil dalam Al Qur’an dan Hadits.
a.    Ketuhanan Yang Maha Esa
Pada sila pertama ini mengandung ajaran ketauhidan dalam pengertian keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana yang tercermin dalam kitab suci al-Qur’an sebagai berikut :



Artinya: “Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, hati mereka mengingkari (keesaaan Allah), sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang yang sombong.” (QS. al-Nahl : 22).


Artinya: “Dan Tuhan-mu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Baqarah : 163)




Artinya: ”.....dan katakanlah; Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu, Tuhan kami dan Tuhan-mu adalah satu.” (QS. al-Ankabut : 46)

b.    Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
Sila kedua ini mencerminkan nilai kemanusiaan yang menjunjung tinggi sikap adil dan beradab, hal ini juga dianjurkan dalam al-Qur’an :
 



Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. al-Nahl : 90)

c.   Persatuan Indonesia
Sila ketiga ini menggambarkan sebuah kehidupan yang rukun, damai, saling berdampingan dalam bingkai keanekaragaman bangsanya dengan dilandasi persatuan serta kebersamaan, sebagaimana perintah Allah :    





Artinya: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara”. (QS. ali-Imron 103)

d.  Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan
Sila yang memberi petunjuk dalam pelaksanaan kepemimpinan serta dalam mengambil sebuah keputusan itu harus secara bijak dengan tetap berdasarkan musyawarah. Hal ini digambarkan dalam al-Qur'an surat Shaad ayat 20:

“Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan”. (QS. Shaad: 20)   




Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu”. (ali Imron: 159)

e.    Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia 
Sila yang menggambarkan dan mencita-citakan terwujudnya kehidupan yang adil, makmur, bagi seluruh rakyatnya yang beranekaragam. Hal ini juga diperintahkan dalam surat al-Maa'idah ayat 8 

    



Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) kerena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. al-Maa'idah 8)

Dalam ayat lain juga disebutkan :








 “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”. (QS. al-Nisa’ : 135)

2.      Pancasila diantara Berbagai Kepentingan
Ideologi besar dunia yang diwakili demokrasi liberal dan demokrasi social saling bersaing untuk menyulap dunia ketiga sebagai bagian dari mereka. Al Qaeda dan sejenisnya yang menjadikan “Islam” sebagai ideology perjuangan dianggap sebagai musuh bersama oleh kaum demokrasi liberal dan demokrasi social. Jihad yang diserukan kelompok muslim fundamentalis sebagai ideology perlawanan terhadap barat bukanlah monopoli kelompok muslim ekstrim tetapi juga diminati oleh orang-orang non muslim yang menentang faham-faham liberal dan sosialis misalnya berbagai kasus aksi terror yang digerakkan oleh orang-orang Barat yang sebelumnya Kristen kemudian masuk Islam. Indonesia sebagai kawasan dengan potensi social dan ekonomi yang sangat besar menjadi ajang peperangan mereka.
Secara tidak disadari sebagian dari masyarakat kita telah menjadi sekutu ketiga bentuk ideology tersebut. Tidak sedikit para elit nasional secara lantang menyuarakan kepentingan dari paham demokrasi liberal dan demokrasi social tanpa ada saringan. Mereka yang sangat berupaya ingin menjuah BUMN strategis tanpa memperhatikan dan mempertimbangkan hajat hidup orang banyak sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi (UUD 1945) adalah salah satu contoh pengikut atau mereka yang terpengaruh paham demokrasi liberal. Sedangkan mereka yang sering meneriakkan referendum di daerah konflik merupakan contoh mereka yang menjadi pengikut demokrasi social.
Sesungguhnya demokrasi liberal dan demokrasi social mengandung nilai positif sepanjang aplikasinya sesuai dengan nilai yang tumbuh di masyarakat, tetapi manakala nilai dan aspirasi masyarakat diabaikan sebagaimana contoh di atas maka kedua faham tersebut menjadi sumber permasalahan di Negara ini. Mengabaikan muatan nasional dan local dalam penerapan suatu ideology sama dengan mempersilahkan pihak asing menguasai jalan pikiran kita.
Benturan ketiga ideology dari luar itulah yang mempengaruhi kehidupan politik, keamanan di negeri kita ini. Kalau tidak hati-hati menyikapinya, bukan tidak mungkin Indonesia terhapus dari peta dunia. Terorisme yang tidak dapat dikendalikan akan mendorong campur tangan Negara asing bahkan mungkin dalam bentuk fisik. Liberalisme tanpa batas akan menimbulkan anarkhi dan kekacauan di segala bidang. Sedangkan gagasan-gagasan pengikut social demokrasi tentang referendum dan desentralisasi yang sangat besar tanpa dilandasi oleh pemerintah pusat yang efektif akan menyebabkan disintegrasi nasional.
3.      Bhinneka Tunggal Ika: Lestarikan Indonesia sebagai Bangsa Multikultural
Indonesia sebagai Negara yang paling majemuk di dunia ini, baik dalam kondisi fisik geografis, keanekaragaman suku bangsa, keanekaragaman adat dan budaya, serta keberagaman keyakinan, secara teoritis mempunyai potensi untuk menjadi Negara yang besar. Namun juga sangat terbuka kemungkinan terjadinya ketegangan dan konflik. Karena pada kenyataannya, keberagaman etnik dan religi merupakan perbedaan yang sulit dipersatukan di Negara manapun.
Untuk itu, Indonesia dengan Pancasila sebagai dasar Negaranya memiliki prinsip Bhineka Tunggal Ika. Bhineka Tunggal Ika berarti berbeda-beda tetapi satu jua yang berasal dari buku atau kitab sutasoma karangan Mpu Tantular/Empu Tantular. Secara mendalam Bhineka Tunggal Ika memiliki makna walaupun di Indonesia sebagai negara yang multikultural, di mana terdapat banyak suku, agama, ras, kesenian, adat, bahasa, dan lain sebagainya namun tetap satu kesatuan yang sebangsa dan setanah air. Dipersatukan dengan bendera, lagu kebangsaan, mata uang, bahasa dan lain sebagainya.
Namun atas realitas bangsa yang multikultural ini pun, masih ada beberapa kelompok yang menentang bila Bhinneka Tunggal Ika menjadi prinsip dasar Pancasila sebagai dasar negara republik Indonesia. Sekali lagi mereka menganggap itu tidak Islami. Padahal Allah SWT sudah menetapkan dalam firmaNya surat al Hujurat ayat 13 bahwa keanekaragaman di muka bumi ini merupakan salah satu bukti kekuasaan dan kebesarnNya.

 يآيها الناس إن خلقنامك من ذكر وانثى وجعاناكم شعوبا وقابأئل لتعارفوا، إن أكرمكم عند الله أتقاكم، إن الله عليم خبير
    “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu si sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Surat al-Hujurat: 13)

Dalam surat al-Baqarah ayat 213 juga dijelaskan sebagai berikut:

  


“Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), Maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus”.(Surat al-Baqarah: 213)

4.      Pancasila sebagai Asas Yayasan Darut Taqwa
Dalam setiap momen pelepasan santri/murid saat wisuda baik pada lembaga pendidikan formal (MI, MTs, MA-SMK, SMA, dan Perguruan Tinggi) dan nonformal (Madrasah diniah: Haflah Akhirussanah), Kiai Sholeh selalu mewariskan kepada wisudawan-wisudawati agar tetap berepegang teguh kepada PANCASILA samapai akhir hayat nanti. Karena pancasila merupakan warisan leluhur kita, yakni para pendiri bangsa, dan telah ditetapkan sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai pedoman bagi setiap warga negaranya dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena Darut Taqwa sebagai Yayasan Pendidikan yang berada di bawah binaan KH. M. Sholeh Bahruddin dengan berwawasan Rahmatan Lil ‘Alamin dan berasaskan Pancasila untuk selama-lamanya. (Ma’lumat KH. M. Sholeh Bahruddin atas dawuh ayahanda KH. Bahruddin, 1977: 2007). Tujuan KH. Bahruddin menetapkan Pancasila sebagai asas Yayasan Darut Taqwa adalah sebagai berikut :
Pertama, Agar tidak lupa dengan rumah sendiri.
Kedua, Agar tidak berjalan di tempat.
Ketiga, Agar mempunyai wawasan yang luas dan luwes
Oleh karena itu, semua lembaga pendidikan yang ada di bawah naungan Yayasan Darut Taqwa baik formal (RA, MI, MTs, MA-SMK, SMA, dan Perguruan Tinggi) maupun non formal (Pondok Pesantren Ngalah dan Madrasah Diniyah) berasaskan Pancasila yang menjunjung tinggi nilai-nilai perikemanusiaan dan berwawasan kebangsaan.
Selain itu Kiai Sholeh mengeluarkan ma’lumat sebagai bentuk komitmen untuk mempertahankan dan menjaga kokohnya NKRI ini. Isi dari ma’lumat tersebut adalah sebagai berikut:
“Negara Indonesia terdiri dari berbagai pulau, suku, seni dan budaya, bahasa dan agama yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut terhimpun dan merupakan satu kesatuan dalam bingkai “Negara Kesatuan Republik Indonesia’ yang berasaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.”
Namun ada sebagian kelompok atau golongan yag menginginkan dan melakukan upaya untuk merubah dasar Negara Indonesia yang kita cintai ini dengan bentuk “Negara Islam”. Dan adanya upaya dari sebagian kelompok atau golongan tersebut, kami secara tegas mengambil sikap untuk tidak setuju kalau negara Indonesia ini dijadikan Negara Islam, dengan alasan:
a.       Pancasila itu sudah sesuai dengan Al Quran,
b.       Rasulullah sendiri tidak pernah membentuk sistem negara islam (baca: Piagam Madinah),
c.       Golongan atau kelompok tersebut dinilai:
§      Tidak menghargai bahkan menghianati para pejuang kemerdekaan Bangsa dan Negara Indonesia
§      Berusaha memecah belah rakyat Indonesia dengan merusak tatanan atau sistem Negara Indonesia bahkan berusaha menghancurkan bangunan/kontruksi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
§      Akan terjadi pergeseran tatanan nilai-nilai tradisi atau kultur Islam Ala NU.

Ngalah, 28 R. Akhir 1429
04    Mei   2008



http://syangar.bodo.blogspot.co.cc