PERUBAHAN MAKNA

Macam-macam perubahan makna:
A. PENYEMPITAN MAKNA
B. PERLUASAN MAKNA
C. PEYORASI
D. AMELIORASI
E. ASOSIASI
F. SINESTESIA

PENYEBAB PERUBAHAN MAKNA
Makna yang diacu sebuah kata tidak selalu tetap. Akibat perkembangan masyarakat pemakai bahasa yang demikian pesat, makna yang diberikan seseorang atau masyarakat terhadap suatu kata dapat berubah.

A. PENYEMPITAN MAKNA
CAKUPAN MAKNA SEKARANG LEBIH SEMPIT DARIPADA CAKUPAN MAKNA DAHULU
Contoh:
1. kata sastra dahulu berarti sebuah karangan atau tulisan, sedangkan sekarang berarti karya seni bahasa.
Di Museum Nasional Jakarta tersimpan naskah sastra kuno yang masih ditulis di atas daun lontar. (makna dahulu)
Sastra adalah pelajaran di sekolah yang paling aku sukai.(makna sekarang)

Kata pembantu. Arti dahulu: orang yang membantu pekerjaan orang lain secara suka rela, sedangkan kini mengacu pada arti yang lebih sempit: pembantu rumah tangga.
Contoh:
Saya siap jadi pembantumu, bila nanti kau terpilih jadi ketua. (makna dahulu)
Pembantumu pulang kampung, ya Rin? Buat minum sendiri. (makna sekarang)

CONTOH LAIN
Pendeta
Madrasah
Sarjana
Bau

PERLUASAN MAKNA
Adalah: cakupan makna kata sekarang lebih luas daripada makna terdahulu.
Contoh:
1. Apakah Saudara tinggal di sini?
2. Bapak kepala sekolah sedang berada di kantor.
3. Ibu guru tidak masuk hari ini.

AMELIORASI
Yaitu: perubahan makna akibat tanggapan pemakai bahasa menjurus ke arti yang baik.
Disebut juga konotasi positif.
Contoh:
1. Gadis itu berbadan langsing.
2. Wanita bergaun hitam itu penampilannya memukau.
3. Suami isteri itu baru datang dari luar kota.
4. Ia membeli makanannya di kantin.
5. Rombongan pejabat itu disambut dengan meriah.
6. Para pengacau itu sudah diamankan.
7. Permisi, saya mau ke belakang.
8. Dalam perjanjian itu harus ada hitam di atas putih.

PEYORASI
Adalah: perubahan makna akibat tanggapan pemakai bahasa menjurus ke arti yang tidak baik(buruk). Disebut juga konotasi negatif.
Contoh:
1. Gadis itu berbadan ceking.
2. Perempuan berbaju hitam itu penampilannya menarik.
3. Ibu sedang bunting delapan bulan.
4. Laki bini itu baru datang dari luar kota.
5. Ia membeli makanan di warung.
6. Gerombolan pengacau itu sudah ditahan.
7. Permisi, saya mau buang air kecil.
8. Dalam perjanjian itu harus ada bukti tertulis.

ASOSIASI
Adalah: perubahan makna sebagai akibat adanya persamaan sifat.
Contoh:
1. Mengapa di stasiun kereta api itu masih banyak tukang catut berkeliaran?
Catut adalah sejenis tang, alat pencabut paku, tetapi dalam kalimat di atas sama artinya dengan ‘calo’.
2. Dalam pemilihan umum itu, partai Likut berhasil memperoleh 175 kursi dari 200 kursi yang diperebutkan.
Kursi adalah tempat untuk duduk, tetapi dalam kalimat di atas kursi sama artinya dengan ‘suara’.
3. Pejabat korup itu memberi amplop demi meloloskan diri dari jerat hukum.

SINESTESIA
Adalah: pergeseran makna yang disebabkan oleh penggunaan istilah yang sebenarnya dipakai untuk mengungkapkan konsep suatu penginderaan, tetapi diterapkan pada penginderaan yang lain (terjadi kontaminasi atau kerancuan)
1. Kata-katanya pedas.
Manis adalah hasil penginderaan rasa, tetapi digunakan untuk mengungkapkan konsep penginderaan pendengaran.
2. Senyumnya manis.
3. Baunya tajam
Tajam adalah hasil penginderaan peraba, tetapi digunakan untuk mengungkapkan konsep penginderaan penciuman.
http://syangar.bodo.blogspot.co.cc

SKIMMING TEXS

Inti dari membaca cepat adalah:
a. Mampu menemukan ide pokok
b. Membaca dengan melibatkan kemampuan berpikir kritis
c. Ketepatan menjawab pertanyaan

Kalimat Utama/Kalimat Topik
Kalimat yang paling penting dan menjadi sumber dari kalimat-kalimat lainnya yang ada dalam satu paragraf.

Ide Pokok/Gagasan Utama
Adalah gagasan yang menjadi landasan pengembangan suatu bacaan.
Dapat disusun secara sistematis di bagian awal sebagai pendahuluan ataupun pada bagian akhir bacaan sebagai kesimpulan
Gagasan utama dinyatakan dalam kalimat utama atau kesimpulan paragraf.

Ide/Gagasan Penjelas
Gagasan yang fungsinya menjelaskan gagasan utamanya.
Ciri-Ciri Kalimat Kesimpulan
a. Oleh karena itu, Oleh sebab itu, Dengan demikian,
b. Sebagai kesimpulan
c. Yang penting….
d. Jadi….
e. Intinya….
f. Pada dasarnya….

Ciri-Ciri Paragraf Penjelas
a. Contoh-contoh
b. Peristiwa ilustratif
c. Uraian-uraian kecil
d. Kutipan-kutipan kecil
e. Gambaran-gambaran yang sifatnya parsial/bagian-bagian

Letak Ide Pokok
Secara eksplisit
Dalam suatu rumusan kalimat, keberadaan kalimat mencolok. Kalimat tersebut terlihat menonjol dan maknanya melingkupi kalimat-kalimat lain.
Secara implisit
Ide pokok disampaikan secara terselubung/tersamar di antara kalimat-kalimat. Oleh karena itu, pembaca harus menarik kesimpulan sendiri atas gagasan ide pokok yang disampaikan penulis.

Contoh Ide Pokok yang Eksplisit
Aroma keterlibatan “pihak dalam” juga menyengat. Salah satu orang kunci di perusahaan pengamanan salah satu gudang kargo sempat mengungkapkan anatomi jalinan mafia yang ada di kargo. Bahkan, ia sendiri mengaku sebagai bagian dari mata rantai jaringan tersebut. Kebetulan, ia kebagian tugas membagi-bagikan uang kepada para pejabat di atasnya secara berjenjang.

Keterangan:
Aroma keterlibatan “pihak dalam” juga menyengat (kalimat utama)
Keterlibatan pihak dalam (ide pokok)
Ide pokok dalam kalimat 1 karena informasi dalam kalimat tersebut sangat penting dan maknanya memancar ke kalimat-kalimat lainnya
Ide pokok: inti kalimat utama

Contoh Ide Pokok Implisit
“Waktu itu, aku sedang mengemudikan pesawat kecil. Kemudian, datang badai, hujan, dan kegelapanmenyelimuti sekelilingku. Bahan bakar mulai menipis, tidak ada peralatan untuk mengatasi badai. Aku tidak tahu arah. Dalam situasi yang begitu mencekam dan menakutkan itu, aku hanya bisa berdoa dengan penuh kepasrahan. Tidak lama kemudian, pelan-pelan, ada sebuah lubang terang di awan di depanku dan arah mulai jelas. Aku segera mengarahkan pesawatku ke sana dan selamatlah aku!”

Keterangan
Dalam paragraf deskripif dan naratif tesebut, ide pokok tersamarkan dan tersebar di seluruh kalimat. Tidak ada kalimat yang lebih menonjol maupun kalimat yang melingkupi yang lain.
Pembaca harus menyimpulkan sendiri agar dapat menemukan ide pokok.
Ide pokok paragraf tersebut: Berkat doa dan kepasrahan, pencerita lolos dari bahaya besar yang mengancam.

Jenis Paragraf Berdasar letak Kalimat Utama
a. Paragraf deduktif (kalimat utama di awal)
b. Paragraf induktif (kalimat utama di akhir)
c. Paragraf campuran) Awal dan akhir)

Kalimat Utama/Kalimat Topik
Kalimat yang paling penting dan menjadi sumber dari kalimat-kalimat lainnya yang ada dalam satu paragraf.

Paragraf Deduktif
Mengemukakan pikiran, pendapat, atau perasaan dalam satuan paragraf dapat kita mulai dengan pemaparan pokok pikiran. Setelah itu, kita paparkan penjelasan-penjelasannya.

Seusai SMP, saya memilih untuk melanjutkan pelajaran ke sekolah kajuruan. Terus terang orang tua saya tidak sanggup menyekolahkan saya hingga ke perguruan tinggi. Dengan memilih sekolah kejuruan tingkat atas, saya berharap akan dapat mandiri kelak. Itu berarti saya telah dapat menolong orang tua saya dalam hal keuangan.

Paragraf Induktif
Mengemukakan pikiran, pendapat, atau perasaan juga dapat kita mulai dengan penjelasan-penjelasan. Pada akhir paragraf kita baru mengemukakan kesimpulan dari penjelasan-penjelasan itu.

Paragraf Campuran
Kalimat utama terletak pada awal dan akhir paragraf.
Contoh Paragraf Campuran
Hampir setiap orang pernah sakit. Manusia yang hidup di zaman modern ini pun pasti pernah sakit. Sakit merupakan peristiwa yang lumrah dialami oleh setiap manusia.

Contoh Paragraf Induktif
Terus terang orang tua saya tidak sanggup menyekolahkan saya hingga ke perguruan tinggi. Saya harus membantu orang tua saya dalam bidang keuangan. Oleh karena itu, seusai SMP saya memilih untuk melanjutkan belajar ke sekolah kejuruan.

Membaca dengan Kecepatan Rata-rata (250-350 kpm)
Digunakan untuk:
a. Membaca fiksi yang kompleks untuk analisis watak serta jalan ceritanya;
b. Membaca nonfiksi yang agak sulit, untuk mendapatkan detal, mencari hubungan atau membuat evaluasi ide penulis.

 

Paragraf Persuasi

Paragraf Persuasi merupakan paragraf yang berisi imbauan atau ajakan kepada orang lain untuk melakukan sesuatu seperti yang diharapkan oleh penulisnya. Oleh karena itu, biasanya disertai penjelasan dan fakta-fakta sehingga meyakinkan dan dapat mempengaruhi pembaca.

Pendekatan yang dipakai dalam persuasi adalah pendekatan emotif yang berusaha membangkitkan dan merangsang emosi.

Contoh : (1) propaganda kelompok / golongan, kampanye, (2) iklan dalam media massa, (2) selebaran, dsb.

Karangan yang bertujuan mempengaruhi dan membujuk pembaca
Sistem pendidikan di Indonesia yang dikembangkan sekarang ini masih belum memenuhi harapan. Hal ini dapat terlihat dari keterampilan membaca siswa kelas IV SD di Indonesia yang berada pada peringkat terendah di Asia Timur setelah Philipina, Thailand, Singapura, dan Hongkong. Selain itu, berdasarkan penelitian, rata-rata nilai tes siswa SD kelas VI untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA dari tahun ke tahun semakin menurun. Anak-anak di Indonesia hanya dapat menguasai 30% materi bacaan. Kenyataan ini disajikan bukan untuk mencari kesalahan penentu kebijakan, pelaksana pendidikan, dan keadaan yang sedang melanda bangsa, tapi semata-mata agar kita menyadari sistem pendidikan kita mengalami krisis. Oleh karena itu, semua pihak perlu menyelamatkan generasi mendatang. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memperbaiki sistem pendidikan nasional.

Paragraf narasi

Paragraf narasi adalah paragraf yang menceritakan suatu peristiwa atau kejadian. Dalam karangan atau paragraf narasi terdapat alur cerita, tokoh, setting, dan konflik. Paragraf naratif tidak memiliki kalimat utama.

Perhatikan contoh berikut!
Kemudian mobil meluncur kembali, Nyonya Marta tampak bersandar lesu. Tangannya dibalut dan terikat ke leher. Mobil berhenti di depan rumah. Lalu bawahan suaminya beserta istri-istri mereka pada keluar rumah menyongsong. Tuan Hasan memapah istrinya yang sakit. Sementara bawahan Tuan Hasan saling berlomba menyambut kedatangan Nyonya Marta.

Paragraf naratif disusun dengan merangkaikan peristiwa-peristiwa yang berurutan atau secara kronologis. Tujuannya, pembaca diharapkan seolah-olah mengalami sendiri peristiwa yang diceritakan.

Contoh : novel, cerpen, drama
Paragraf narasi dibedakan atas dua jenis, yaitu narasi ekspositoris dan narasi sugestif. Paragraf narasi ekspositoris berisikan rangkaian perbuatan yang disampaikan secara informatif sehingga pembaca mengetahui peristiwa tersebut secara tepat.

Siang itu, Sabtu pekan lalu, Ramin bermain bagus. Mula-mula ia menyodorkan sebuah kontramelodi yang hebat, lalu bergantian dengan klarinet, meniupkan garis melodi utamanya. Ramin dan tujuh kawannya berbaris seperti serdadu masuk ke tangsi, mengiringi Ahmad, mempelai pria yang akan menyunting Mulyati, gadis yang rumahnya di Perumahan Kampung Meruyung. Mereka membawakan lagu “Mars Jalan” yang dirasa tepat untuk mengantar Ahmad, sang pengantin….
Paragraf narasi sugestif adalah paragraf yang berisi rangkaian peristiwa yang disusun sedemikian rupa seehingga merangsang daya khayal pembaca, tentang peristiwa tersebut.

Patih Pranggulang menghunus pedangnya. Dengan cepat ia mengayunkan pedang itu ke tubuh Tunjungsekar. Tapi aneh, sebelum mengenai tubuh Tunjungsekar. Tapi aneh, sebelum mengenai tubuh Tunjungsekar, pedang itu jatuh ke tanah. Patih Pranggulang memungut pedang itu dan membacokkan lagi ke tubuh Tunjungsekar. Tiga kali Patih Pranggulang melakukan hal itu. Akan tetapi, semuanya gagal.

 

Paragraf Eksposisi

Menulis eksposisi sangat besar manfaatnya. Mengapa? Sebagian besar masyarakat menyadari pentingnya sebuah informasi.

Eksposisi merupakan sebuah paparan atau penjelasan.
Jika ada paragraf yang menjawab pertanyaan apakah itu? Dari mana asalnya? Paragraf tersebut merupakan sebuah paragraf eksposisi. Eksposisi adalah karangan yang menyajikan sejumlah pengetahuan atau informasi. Tujuannya, pembaca mendapat pengetahuan atau informasi yang sejelas – jelasnya.

Contoh : laporan
Dalam paragraf eksposisi, ada beberapa jenis pengembangan, yaitu (1) eksposisi definisi, (2) eksposisi proses, (3) eksposisi klasifikasi, (4) eksposisi ilustrasi (contoh), (5) eksposisi perbandingan & pertentangan, dan (6) eksposisi laporan.

Mengenali Contoh-contoh Paragraf Eksposisi
PARAGRAF 1
Ozone therapy adalah pengobatan suatu penyakit dengan cara memasukkan oksigen ,urni dan ozon berenergi tinggi ke dalam tubuh melalui darah. Ozone therapy merupakan terapi yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, baik untuk menyembuhkan penyakit yang kita derita maupun sebagai pencegah penyakit.

PARAGRAF 2
Pemerintah akan memberikan bantuan pembangunan rumah atau bangunan kepada korban gempa. Bantuan pembangunan rumah atau bangunan tersebut disesuaikan dengan tingkat kerusakannya. Warga yang rumahnya rusak ringan mendapat bantuan sekitar 10 juta. Warga yang rumahnya rusak sedang mendapat bantuan sekitar 20 juta. Warga yang rumahnya rusak berat mendapat bantuan sekitar 30 juta. Calon penerima bantuan tersebut ditentukan oleh aparat desa setempat dengan pengawasan dari pihak LSM.

PARAGRAF 3
Sampai hari ke-8, bantuan untuk para korban gempa Yogyakarta belum merata. Hal ini terlihat di beberapa wilayah Bantul dan Jetis. Misalnya, di Desa Piyungan. Sampai saat ini, warga Desa Piyungan hanya makan singkong. Mereka mengambilnya dari beberapa kebun warga. Jika ada warga yang makan nasi, itu adalah sisa-sisa beras yang mereka kumpulkan di balik reruntuhan bangunan. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa bantuan pemerintah kurang merata.

PARAGRAF 4
Pernahkan Anda menghadapi situasi tertentu dengan perasaan takut? Bagaimana cara mengatasinya? Di bawah ini ada lima jurus untuk mengatasi rasa takut tersebut. Pertama, persipakan diri Anda sebaik-baiknya bila menghadapi situasi atau suasana tertentu; kedua, pelajari sebaik-baiknya bila menghadapi situasi tersebut; ketiga, pupuk dan binalah rasa percaya diri; keempat, setelah timbul rasa percaya diri, pertebal keyakinan Anda; kelima, untuk menambah rasa percaya diri, kita harus menambah kecakapan atau keahlian melalui latihan atau belajar sungguh – sungguh.

PARAGRAF 5
Pascagempa dengan kekuatan 5,9 skala richter, sebagian Yogyakarta dan Jawa Tengah luluh lantak. Keadaan ini mengundang perhatian berbagai pihak. Bantuan pun berdatangan dari dalam dan luar negeri. Bantuan berbentuk makanan, obat-obatan, dan pakaian dipusatkan di beberapa tempat. Hal ini dimaksudkan agar pendistribusian bantuan tersebut lebih cepat. Tenaga medis dari daerah-daerah lain pun berdatangan. Mereka memberikan bantuan di beberapa rumah sakit dan tenda – tenda darurat.

PARAGRAF 6
Sebenarnya, bukan hanya ITS yang menawarkan rumah instan sehat untuk Aceh atau dikenal dengan Rumah ITS untuk Aceh (RI-A). Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman Departemen Pekerjaan Umum juga menawarkan “Risha” alias Rumah Instan Sederhana Sehat. Modelnya hampir sama, gampang dibongkar-pasang, bahkan motonya “Pagi Pesan, Sore Huni”. Bedanya, sistem struktur dan konstruksi Risha memungkinkan rumah ini berbentuk panggung. Harga Risha sedikit lebih mahal, Rp 20 juta untuk tipe 36. akan tetapi, usianya dapat mencapai 50 tahun karena komponen struktur memakai beton bertulang, diperkuat pelat baja di bagian sambungannya. Kekuatannya terhadap gempa juga telah diuji di laboratorium sampai zonasi enam.

Topik – topik yang Dapat Dikembangkan Menjadi Paragraf Eksposisi
Tujuan paragraf eksposisi adalah memaparkan atau menjelaskan sesuatu agar pengetahuan pembaca bertambah. Oleh karena itu, topik-topik yang dikembangkan dalam paragraf eksposisi berkaitan dengan penyampaian informasi. Berikut ini contoh – contoh topik yang dapat dikembangkan menjadi sebuah paragraf eksposisi.

 

Paragraf Deskripsi

Paragraf deskripsi adalah paragraf yang menggambarkan sesuatu dengan jelas dan terperinci. Paragraf deskrispi bertujuan melukiskan atau memberikan gambaran terhadap sesuatu dengan sejelas-jelasnya sehingga pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar, membaca, atau merasakan hal yang dideskripsikan.

Contoh : keadaan banjir, suasana di pasar
Menandai Ciri-ciri Paragraf Deskripsi
Bacalah dua kutipan di bawah ini!

KUTIPAN 1
Malam itu, indah sekali. Di langit, bintang – bintang berkelip – kelip memancarkan cahaya. Hawa dingin menusuk kulit. Sesekali terdengar suara jangkrik, burung malam, dan kelelawar mengusik sepinya malam. Angin berhembus pelan dan tenang.

KUTIPAN 2
Kamar itu, menurut penglihatan saya, sangatlah besar dan bagus. Sebuah tempat tidur besi besar dengan kasur, bantal, guling, dan kelambu yang serba putih, berenda dan berbunga putih, berada di kamar dekat dinding sebelah utara. Kemudian, satu cermin oval besar tergantung di dinding selatan. Di kamar itu juga ada lemari pakaian yang amat besar terbuat dari kayu jati. Lemari kokoh itu tepat berada di samping pintu kamar

Kedua kutipan tersebut adalah contoh paragraf deskripsi. Paragraf deskripsi mempunyai ciri-ciri yang khas, yaitu bertujuan untuk melukiskan suatu objek.

Dalam paragraf deskripsi, hal-hal yang menyentuh pancaindera (penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, atau perabaan) dijelaskan secara terperinci. Inilah ciri-ciri paragraf deskripsi yang menonjol, seperti dalam kutipan 1.

Ciri yang kedua adalah penyajian urutan ruang. Penggambaran atau pelukisan berupa perincian disusun secara berurutan; mungkin dari kanan ke kiri, dari atas ke bawah, dari depan ke belakang, dan sebagainya, seperti dalam kutipan 2.

Ciri deskripsi dalam penggambaran benda atau manusia didapat dengan mengamati bentuk, warna, dan keadaan objek secara detil/terperinci menurut penangkapan si penulis.

….seorang gadis berpakaian hitam…..

….tiga lelaki tanpa alas kaki….

Dalam paragraf deskripsi, unsur perasaan lebih tajam daripada pikiran.

….bersama terpaan angin yang lembut…..

 

Paragraf Argumentasi

Paragraf Argumentasi adalah paragraf atau karangan yang membuktikan kebenaran tentang sesuatu.

Untuk memperkuat ide atau pendapatnya penulis wacana argumetasi menyertakan data-data pendukung. Tujuannya, pembaca menjadi yakin atas kebenaran yang disampaikan penulis.

Dalam paragraf argumentasi, biasanya ditemukan beberapa ciri yang mudah dikenali. Ciri- ciri tersebut misalnya (1) ada pernyataan, ide, atau pendapat yang dikemukakan penulisnya; (2) alasan, data, atau fakta yang mendukung; (3) pembenaran berdasarkan data dan fakta yang disampaikan. Data dan fakta yang digunakan untuk menyusun wacana atau paragraf argumentasi dapat diperoleh melalui wawancara, angket, observasi, penelitian lapangan, dan penelitian kepustakaan.

Pada akhir paragraf atau karangan, perlu disajikan kesimpulan. Kesimpulan ini yang membedakan argumentasi dari eksposisi.

Menyetop bola dengan dada dan kaki dapat ia lakukan secara sempurna. Tembakan kaki kanan dan kiri tepat arahnya dan keras. Sundulan kepalanya sering memperdayakan kiper lawan. Bola seolah-olah menurut kehendaknya. Larinya cepat bagaikan kijang. Lawan sukar mengambil bola dari kakinya. Operan bolanya tepat dan terarah. Amin benar-benar pemain bola jempolan (Tarigan 1981 : 28).

Mempertahankan kesuburan tanah merupakan syarat mutlak bagi tiap-tiap usaha pertanian. Selama tanaman dalam proses menghasilkan, kesuburan tanah ini akan berkurang. Padahal kesuburan tanah wajib diperbaiki kembali dengan pemupukan dan penggunaan tanah itu sebaik-baiknya. Teladan terbaik tentang cara menggunakan tanah dan cara menjaga kesuburannya, dapat kita peroleh pada hutan yang belum digarap petani.

Tujuan yang ingin dicapai melalui pemaparan argumentasi ini, antara lain :

melontarkan pandangan / pendirian
mendorong atau mencegah suatu tindakan
mengubah tingkah laku pembaca
menarik simpati
http://syangar.bodo.blogspot.co.cc

MENGENAL UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK KARYA SASTRA

TEMA
• Tema: titik tolak pengarang dalam menyusun sebuah cerita  
Pengarang menentukan tema sebelum mengarang
Pembaca menemukan tema setelah membaca seluruh cerit

ALUR/PLOT
Adalah rangkaian kejadian atau peristiwa yang disusun berdasarkan hukum sebab akibat.
Jenis alur: alur maju, alus mundur, dan alur campuran
Tahap alur:
1. Pengenalan situasi cerita/permulaan/exposition.
2. Pengungkapa peristiwa (complication)
3. Menuju pada adanya konflik (rising action)
4. Tahap perumitan
5. Tahap pncak konflik (klimaks)
6. Tahap peleraian
7. Tahap penyelesaian

TEMA
• Tema: titik tolak pengarang dalam menyusun sebuah cerita
Pengarang menentukan tema sebelum mengarang
Pembaca menemukan tema setelah membaca seluruh cerita

TOKOH
JENIS-JENIS TOKOH
:
1. Tokoh protagonis : mendukung cerita
2. Tokoh antagonis : penentang cerita
3. Tokoh tritagonis : tokoh pembantu, baik protagonis/antagonis

PENOKOHAN
Adalah: proses pengarang dalam menampilkan tokoh
Cara pengarang menampilkan perwatakan tokoh:
1. ciri-ciri fisik tokoh
2. Percakapan antarpelaku
3. Lingkungan sosial
4. Gambar tempat tinggal tokoh
5. Pemaparan sifat tokoh

LATAR
ADA 3 LATAR:
1. Latar tempat
2. Latar waktu
3. Latar suasana

GAYA BAHASA
Gaya bahasa menciptakan suatu nada atau suasana persuasif serta merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan hubungan dan interaksi antara sesama tokoh. Gaya bahasa yang cermat dapat menciptakan suasana yang berterus terang atau satiris, simpatik, menjengkelkan atau emosional. Bahasa dapat menciptakan suasana yang tepat bagi adegan seram, adegan cinta, adegan peperangan dan lain-lain Bahasanya segar, komunikatif, mudah dipahami atau tidak berbelit-belit

SUDUT PANDANG (POINT OF VIEW)
Adalah: cara pengarang menceritakan tokoh.
Ada 2 sudut pandang:
Sudut pandang orang pertama tunggal:aku, saya,jamak:kami,kita
Sudut pandang orang ketiga tunggal: dia, nama orang, jamak:mereka
dia, nama mereka

Kedudukan Tokoh
• Orang pertama: pelaku utama, pengarang sebagai pengamat tisak langsung, pengarang sebagai pengamat langsung
• Orng ketiga: sudut pandang serba tahu, sudut pandang terarah

AMANAT
Adalah: pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca, baik tersurat maupun tersirat amanat disembunyikan pengarangnya dalam keseluruhan isi cerita.

UNSUR EKSTRINSIK
Adalah unsur yang tidak secara langsung melekat dan membangun karya sastra.
Unsur ekstrinsik antara lain:
1. Latar belakang kehidupan pengarang
2. Kondisi zaman saat karya sastra itu diciptakan

Latar Belakang Kehidupan Pengarang
Meliputi:
1. Tingkat pendidikan
2. profesi/pekerjaan
3. Status sosial ekonomi
4. Pandangan politik
5. Kepercayaan/agama/faham yang dianut pengarang dan lain-lain
6. Keadaan Zaman pada Saat Karya Sastra Diciptakan
Merujuk pada situasi politik dan tingkat peradaban masyarakat saat karya sastra itu diciptakan


MAJAS (Figuratif Language)

Adalah bahasa kias, bahasa yang dipergunakan untuk menciptakan efek tertentu

JENIS MAJAS
1. Majas Perbandingan
2. Majas Sindiran
3. Majas Penegasan
4. Majas Pertentangan

1. Majas Perbandingan

a. Simile: perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berbeda tetapi sengaja dianggap sama. Menggunakan kata bagai, bagaikan, seumpama, seperti. Contoh: Semangatnya keras bagai baja
b. Metafora: majas perbandingan yang diungkapkan secara singkat dan padat. Contoh: Dia dianggap anak emas majikannya.
c. Personifikasi: majas yang membansingkan benda tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat seperti manusia. Contoh: Badai mengamuk
d. metonimia: majas yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang atau hal lain sebagai penggantinya. Contoh: Ayah baru saja membeli zebra.
e. Litotes: majas yang ditujukan mengurangi atau mengecilkan kenyataan sebenarnya. Contoh: Mampirlah ke gubuk saya.
f. Eufemisme: majas yang menggantian satu pengertian dengan kata lain yang hampir sama denganmaksud lebih sopan atau lebih bermakna hormat. Contoh: Penjahat itu telah diamankan.
g. Hiperbola: majas yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan dengan maksud memperhebat, meningkatkan kesan, dan daya pengaruh. Contoh: saya terkejut setengah mati mendnegar perkataannya.
h. Sinekdokhe: majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruahn atau sebaliknya.

Dibagi dua jenis:
Pars pro toto: sebagian untuk seluruh. Contoh: Paman saya mempunyai atap di Jakarta
Totem pro parte: seluruh untu sebgaian. Contoh: Indonesia meraih medali emas dalam kejuaraan itu.


2. Majas sindiran
a. Ironi: majas yang menyatakan makna bertentangan dengan makna menyindir atau memperolok-olok. Contoh: rajin sekali kamu, lima hari tidak masuk sekolah.
b. Sinisme: majas yang menyatakan sindiran secara langsung. Contoh: perkataanmu tadi sangat menyebalkan.
c. Sarkasme: majas sindiran kasar. Contoh: Mampus pun engkau tak ada peduliku.

3. Majas penegasan

a. Pleonasme: majas yang menggunakan kata-kata secara berlebihan dengan maksud menegaskan arti sebuahkata. Contoh: Mereka turun ke bawah.
b. Repetisi: majas perulangan kata-kata sebagai penegasan. Contoh: Selamat datang pahlawanku, selamat datang bunga bangsaku.
c. Pararelisme: majas perulangan dalam puisi. Contoh
Sunyi itu duka
Sunyi itu kudus
Sunyi itu lupa
d. Tautologi: majas penegasan dengan mengulang beberapa kali suatu kata dalam kalimat atau menggunakan beberapa yang bersinonim. Contoh: Saya khawatir dan was-was kalau kamu tidak datang
e. Klimaks
f. antiklimak

4.Majas Pertentangan
a. Paradoks: majas yang mengandung pertentangan nyata dengan fakta-fakta yan ada. Contoh: ia merasa kesepian di tengah-tengah keramaian kota Jakarta
b. Antitesis: majas yang mempergunakan paduan kata yang berlawanan arti. Contoh: tua muda, besar kecil, pria wanita hadir dalam pesta itu.

PERUBAHAN MAKNA

Macam-macam perubahan makna:
A. PENYEMPITAN MAKNA
B. PERLUASAN MAKNA
C. PEYORASI
D. AMELIORASI
E. ASOSIASI
F. SINESTESIA

PENYEBAB PERUBAHAN MAKNA
Makna yang diacu sebuah kata tidak selalu tetap. Akibat perkembangan masyarakat pemakai bahasa yang demikian pesat, makna yang diberikan seseorang atau masyarakat terhadap suatu kata dapat berubah.

A. PENYEMPITAN MAKNA
CAKUPAN MAKNA SEKARANG LEBIH SEMPIT DARIPADA CAKUPAN MAKNA DAHULU
Contoh:
1. kata sastra dahulu berarti sebuah karangan atau tulisan, sedangkan sekarang berarti karya seni bahasa.
Di Museum Nasional Jakarta tersimpan naskah sastra kuno yang masih ditulis di atas daun lontar. (makna dahulu)
Sastra adalah pelajaran di sekolah yang paling aku sukai.(makna sekarang)

Kata pembantu. Arti dahulu: orang yang membantu pekerjaan orang lain secara suka rela, sedangkan kini mengacu pada arti yang lebih sempit: pembantu rumah tangga.
Contoh:
Saya siap jadi pembantumu, bila nanti kau terpilih jadi ketua. (makna dahulu)
Pembantumu pulang kampung, ya Rin? Buat minum sendiri. (makna sekarang)

CONTOH LAIN
Pendeta
Madrasah
Sarjana
Bau

PERLUASAN MAKNA
Adalah: cakupan makna kata sekarang lebih luas daripada makna terdahulu.
Contoh:
1. Apakah Saudara tinggal di sini?
2. Bapak kepala sekolah sedang berada di kantor.
3. Ibu guru tidak masuk hari ini.

AMELIORASI
Yaitu: perubahan makna akibat tanggapan pemakai bahasa menjurus ke arti yang baik.
Disebut juga konotasi positif.
Contoh:
1. Gadis itu berbadan langsing.
2. Wanita bergaun hitam itu penampilannya memukau.
3. Suami isteri itu baru datang dari luar kota.
4. Ia membeli makanannya di kantin.
5. Rombongan pejabat itu disambut dengan meriah.
6. Para pengacau itu sudah diamankan.
7. Permisi, saya mau ke belakang.
8. Dalam perjanjian itu harus ada hitam di atas putih.

PEYORASI
Adalah: perubahan makna akibat tanggapan pemakai bahasa menjurus ke arti yang tidak baik(buruk). Disebut juga konotasi negatif.
Contoh:
1. Gadis itu berbadan ceking.
2. Perempuan berbaju hitam itu penampilannya menarik.
3. Ibu sedang bunting delapan bulan.
4. Laki bini itu baru datang dari luar kota.
5. Ia membeli makanan di warung.
6. Gerombolan pengacau itu sudah ditahan.
7. Permisi, saya mau buang air kecil.
8. Dalam perjanjian itu harus ada bukti tertulis.

ASOSIASI
Adalah: perubahan makna sebagai akibat adanya persamaan sifat.
Contoh:
1. Mengapa di stasiun kereta api itu masih banyak tukang catut berkeliaran?
Catut adalah sejenis tang, alat pencabut paku, tetapi dalam kalimat di atas sama artinya dengan ‘calo’.
2. Dalam pemilihan umum itu, partai Likut berhasil memperoleh 175 kursi dari 200 kursi yang diperebutkan.
Kursi adalah tempat untuk duduk, tetapi dalam kalimat di atas kursi sama artinya dengan ‘suara’.
3. Pejabat korup itu memberi amplop demi meloloskan diri dari jerat hukum.

SINESTESIA
Adalah: pergeseran makna yang disebabkan oleh penggunaan istilah yang sebenarnya dipakai untuk mengungkapkan konsep suatu penginderaan, tetapi diterapkan pada penginderaan yang lain (terjadi kontaminasi atau kerancuan)
1. Kata-katanya pedas.
Manis adalah hasil penginderaan rasa, tetapi digunakan untuk mengungkapkan konsep penginderaan pendengaran.
2. Senyumnya manis.
3. Baunya tajam
Tajam adalah hasil penginderaan peraba, tetapi digunakan untuk mengungkapkan konsep penginderaan penciuman.

JENIS MAJAS
1. Majas Perbandingan
2. Majas Sindiran
3. Majas Penegasan
4. Majas Pertentangan

1. Majas Perbandingan
a.        Simile: perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berbeda tetapi sengaja dianggap sama. Menggunakan kata bagai, bagaikan, seumpama, seperti. Contoh: Semangatnya keras bagai baja
b.       Metafora: majas perbandingan yang diungkapkan secara singkat dan padat. Contoh: Dia dianggap anak emas majikannya.
c.        Personifikasi: majas yang membansingkan benda tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat seperti manusia. Contoh: Badai mengamuk
d.       metonimia: majas yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang atau hal lain sebagai penggantinya. Contoh: Ayah baru saja membeli zebra.
e.        Litotes: majas yang ditujukan mengurangi atau mengecilkan kenyataan sebenarnya. Contoh: Mampirlah ke gubuk saya.
f.        Eufemisme: majas yang menggantian satu pengertian dengan kata lain yang hampir sama denganmaksud lebih sopan atau lebih bermakna hormat. Contoh: Penjahat itu telah diamankan.
g.       Hiperbola: majas yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan dengan maksud memperhebat, meningkatkan kesan, dan daya pengaruh. Contoh: saya terkejut setengah mati mendnegar perkataannya.
h.       Sinekdokhe: majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruahn atau sebaliknya.

Dibagi dua jenis:
Pars pro toto: sebagian untuk seluruh. Contoh: Paman saya mempunyai atap di Jakarta
Totem pro parte: seluruh untu sebgaian. Contoh: Indonesia meraih medali emas dalam kejuaraan itu.

2. Majas sindiran
a.        Ironi: majas yang menyatakan makna bertentangan dengan makna menyindir atau memperolok-olok. Contoh: rajin sekali kamu, lima hari tidak masuk sekolah.
b.       Sinisme: majas yang menyatakan sindiran secara langsung. Contoh: perkataanmu tadi sangat menyebalkan.
c.        Sarkasme: majas sindiran kasar. Contoh: Mampus pun engkau tak ada peduliku.

3. Majas penegasan
  1. Pleonasme: majas yang menggunakan kata-kata secara berlebihan dengan maksud menegaskan arti sebuahkata. Contoh: Mereka turun ke bawah.
  2. Repetisi: majas perulangan kata-kata sebagai penegasan. Contoh: Selamat datang pahlawanku, selamat datang bunga bangsaku.
  3. Pararelisme: majas perulangan dalam puisi. Contoh
Sunyi itu duka
Sunyi itu kudus
Sunyi itu lupa
  1. Tautologi: majas penegasan dengan mengulang beberapa kali suatu kata dalam kalimat atau menggunakan beberapa yang bersinonim. Contoh: Saya khawatir dan was-was kalau kamu tidak datang
  2. Klimaks
  3. antiklimak
4.Majas Pertentangan
  1. Paradoks: majas yang mengandung pertentangan nyata dengan fakta-fakta yan ada. Contoh: ia merasa kesepian di tengah-tengah keramaian kota Jakarta
  2. Antitesis: majas yang mempergunakan paduan kata yang berlawanan arti. Contoh: tua muda, besar kecil, pria wanita hadir dalam pesta itu.
http://syangar.bodo.blogspot.co.cc

Tips Menulis Novel


Tips dan Cara Menulis Novel
Tom Monteleone adalah pengarang dari lebih dari selusin novel, termasuk "Eyes Of The Virgin," "The Reckoning," "The Blood Of The Lamb," "Night Of Broken Souls," "Between Floors," "The Ressurectionist," "NightTrain," dan "Submarine." Ia juga telah mengedit enam antologi fiksi-ilmiah dan horor seperti serial "Borderland." Novel-novelnya telah diterjemahkan ke dalam 14 bahasa. Dalam buku yang mudah dimengerti dan bergaya humor ini, anda dapat: 1) Mengetahui perbedaan antara buku-buku genre dan mainstream , pengertiannya dan siapa saja yang membacanya. 2) Memastikan tokoh anda berbicara dengan realistis. 3) Mengetahui bagaimana melakukan penelitian yang cukup untuk menjaga kredibilitas cerita. 4) Hati-hati terhadap transisi adegan dan tokoh yang sembrono. 5) Kembangkan alur cerita sebisa mungkin tanpa memilih alur yang klise. 6) Pertimbangkan apakah mengambil kelas menulis sesuai untuk anda. 7) Luangkan waktu untuk menulis setiap hari. 8) Putuskan apakah anda siap untuk menjadikan menulis sebagai profesi anda. Pastinya kita benar-benar tidak idiot. Namun menulis novel membutuhkan lebih dari sebuah bakat, imajinasi dan pemahaman tata bahasa dan sintaks yang baik. Kita memerlukan disiplin dalam meluangkan waktu, tidak hanya untuk menulis, tapi juga untuk melakukan riset, penulisan ulang dan revisi-serta keberanian untuk konsisten dalam melakukannya. Terdapat juga wawancara dengan para penulis seperti Janet Janet Evanovich (serial Stephanie Plum-bestseller The New York Times), Peter Straub (Ghost Story and Black House, ditulis bersama Stephen King), Whitley Strieber (Wolfen and Communion), Richard Matheson (I Am Legend and The Incredible Shrinking Man), Stephen Hunter (The Day Before Midnight), and William Peter Blatty (The Exorcist) yang membagikan pandangan dan pengalaman mereka sebagai penulis profesional.

Berapa kali setelah selesai membaca sebuah novel Anda berkata, “Saya bisa menulis buku seperti ini.” Tahukah Anda bahwa Anda benar. Kita semua, saya yakin, memiliki sedikitnya satu novel di dalam pikiran atau hati kita. Penulis novel Toni Morrison mengatakannya seperti ini: “Jika ada satu buku yang benar-benar ingin Anda baca dan belum pernah ada yang menulis sebelumnya, maka Anda harus menulisnya.”
Menulis buku bukan hal yang mudah. Namun, setiap hari selalu ada buku yang diterbitkan.
Pada tahun 1996, menurut Books in Print, ada 1,3 juta judul buku diterbitkan. Jumlah buku yang diterbitkan di Amerika Serikat pada tahun 1996 saja berjumlah 140.000. Jadi, mengapa Anda tidak mulai melakukannya?

Apa yang Diperlukan
Saya yakin jika Anda bisa menulis sebuah kalimat yang sederhana (terlebih, inilah yang ditulis oleh Ernest Hemingway), mengamati dunia di sekitar Anda, dan ingin menulis novel yang bisa dijual—sungguh-sungguh menginginkannya, bukan hanya sekedar menginginkan saja—maka Anda pasti bisa melakukannya. Saya tidak percaya orang bisa menjadi penulis dengan mengikuti workshop, membaca buku, atau bahkan membaca artikel ini. Tulisan muncul dari sesuatu yang ada dalam diri seorang penulis. Bagaimanapun, artikel ini akan menghemat waktu Anda, menunjukkan jalan yang tepat kepada Anda, dan membantu Anda menulis novel

Apakah Mungkin?
Hal ini telah terbukti. Saya telah melakukannnya beberapa kali.
Saya tahu bagaimana rasanya meluangkan waktu satu atau jam sehari (atau semalam) untuk menulis. Sungguh tidak mudah untuk menulis novel, apalagi jika Anda memiliki pekerjaan tetap, keluarga, dan tanggung-jawab, namun hal itu bisa dilakukan. Kebanyakan penulis faktanya harus menjalani dua kehidupan saat mereka menulis novelnya. Namun, begitu Anda berhasil menjual buku pertama Anda, maka Anda memiliki kemampuan untuk meninggalkan pekerjaan harian Anda dan mengabdikan sisa hidup Anda untuk menulis secara total.

Para penulis besar telah melakukannya
Tentu saja Anda mempunyai pekerjaan. Tentu saja Anda memiliki keluarga. Namun kedua hal itu tidak menghalangi para penulis besar di masa lalu. Penyair Wallace Stevens bekerja sebagai wakil direktur sebuah perusahaan asuransi dan seorang pakar di bidang pasar obligasi. T.S. Elliot muda awalnya adalah seorang bankir. William Carlos Williams merupakan seorang dokter anak. Robert Frost adalah seorang pemilik peternakan ayam. Hart Crane bekerja membungkus permen di gudang ayahnya, dan kemudian bekerja menulis teks iklan. Stephen Crane bekerja sebagai koresponden perang. Marianne Moore bekerja di Perpustakaan Umum New York. James Dickey bekerja di sebuah biro iklan. Archibald MacLeish adalah Direktur Kantor Fakta dan Angka selama Perang Dunia II

Mulailah dengan perasaan murni
Apa yang membuat seseorang menjadi penulis? Mungkin hal itu didorong oleh sebuah peristiwa—peristiwa yang terjadi di tahap awal kehidupan dan membentuk ketertarikan dan kesadaran-diri sang penulis.
Ambil contoh kasus Jose Saramago, penulis berbahasa Portugis pertama yang menerima Hadiah Nobel Sastra. Putera seorang petani dan seorang ibu yang buta huruf ini dibesarkan di sebuah rumah yang tidak memiliki buku, dan dibutuhkan waktu hampir 40 tahun baginya untuk beralih dari buruh pabrik logam ke pegawai pemerintahan ke editor penerbitan hingga ke editor surat kabar. Usianya telah menginjak 60 tahun saat ia mulai menerima pengakuan di dalam dan luar negeri dengan dua karyanya, Baltasar dan Blimunda.
Saat masih kanak-kanak, ia menghabiskan liburan di rumah kakeknya di desa yang bernama Azinhaga. Saat kakeknya menderita stroke dan dibawa ke Lisbon untuk dirawat, Saramago masih bisa mengingat peristiwa yang terjadi kala itu, “Ia pergi ke halaman rumahnya, di mana tumbuh segelintir pohon, pohon fig, pohon zaitun. Lalu ia mendatangi mereka satu persatu, memeluk pohon tersebut dan menangis, mengucapkan selamat tinggal kepada mereka karena ia tahu tidak akan pernah kembali. Jika Anda menyaksikan hal itu, hidup dengan hal itu, dan hal itu ternyata tidak meninggalkan kesan apa-apa dalam hidup Anda selanjutnya,” ucap Saramago, “maka Anda tidak mempunyai rasa.”
Mulailah dengan perasaan murni. Ubahlah hal itu menjadi prosa.

Mari kita mulai
Sinclair Lewis diundang untuk berbicara di hadapan sejumlah mahasiswa tentang seni menulis. Ia berdiri di muka kelas dan bertanya, “Berapa banyak dari Anda yang sungguh-sungguh serius ingin menjadi penulis?” Sejumlah orang mengangkat tangan. Lewis kemudian bertanya, “Jadi, mengapa Anda semua tidak pulang ke rumah dan menulis?” Setelah mengucapkan hal itu ia pun pergi keluar dari ruangan.
Jadi kini saatnya bagi Anda untuk menulis.
Pada artikel berikutnya saya akan memberikan catatan harian untuk Anda—setiap hari akan berisi kata-kata dorongan, nasihat, atau petuah, atau tugas yang harus Anda lakukan agar buku Anda bisa ditulis. Ini adalah hal-hal apa saja yang perlu Anda lakukan setiap hari selama seratus hari ke depan untuk menulis novel Anda.
Pada minggu pertama ini, putuskan cerita yang akan Anda tulis. Anda mungkin belum menyusun semua detilnya, namun pada hari ini Anda akan memulai prosesnya. Anda tidak akan melakukan penundaan—karena penundaan adalah musuh Anda. Matisse menasihati muridnya, “Jika Anda ingin menjadi seorang pelukis, potong lidah Anda.” Sekarang adalah waktunya untuk berhenti berbicara ingin menulis novel. Mulailah merencanakannya saat ini juga.
Luangkan waktu khusus untuk menulis. Hal ini penting karena selama menulis novel, Anda akan kehilangan semangat, bosan, marah, atau jenuh, dan saat Anda mulai merasakan semuanya itu, Anda memerlukan sebuah pola yang jelas untuk menjaga Anda tetap bekerja.
Sesekali Anda mungkin harus memindahkan jam penulisan Anda untuk mengakomodasi kebutuhan lain dalam hidup Anda, namun berusahalah agar penulisan dilakukan seteratur mungkin.

Apa yang  dimaksud dengan waktu khusus?
Dua jam setiap pagi dan setiap malam, dan delapan jam satu hari setiap akhir pekan, misalnya. Putuskan berapa banyak waktu yang akan Anda luangkan untuk menulis setiap minggu, lalu jalankan hal itu. Banyak calon novelis yang gagal karena menyusun jadwal yang tidak bisa mereka tepati. Bersikap realistislah dengan waktu yang Anda rencanakan, lalu jalankan sesuai dengannya.
Jenis novel apa yang menarik di mata Anda? Apa yang benar-benar membuat Anda tertarik? Apakah cerita mengenai misteri pembunuhan, fiksi ilmiah, horor, roman, atau fiksi secara umum.
Alice Munro dipandang oleh banyak orang sebagai penulis cerita pendek terbaik dalam bahasa Inggris. Bukunya terjual 30.000 eksemplar setiap tahun. Ia adalah seorang penulis yang dikagumi oleh penulis lainnya berkat keterampilan teknis dan kemurnian gaya yang dimilikinya. Ia juga dikenal karena ceritanya yang memiliki struktur yang sangat kompleks. Cerita yang ditulis Alice Munro biasanya akan dimulai pada satu titik yang dipandang oleh kebanyakan penulis lain sebagai bagian akhir, lalu melompat sepuluh tahun kemudian, dan akhirnya kembali lagi ke masa lalu. Namun yang paling menarik dari diri Alice Munro—yang tinggal di sebuah kota kecil di Kanada selatan—adalah ceritanya selalu berkisah tentang orang-orang biasa: rahasia mereka, kenangan mereka terhadap tindak kekerasan di masa lalu, hasrat seksual mereka.
Pikirkan tentang apa yang akan ditulis dari orang-orang di sekitar Anda, dari apa yang Anda kenal dan Anda anggap penting.
Tidak menjadi soal buku jenis apa yang akan Anda tulis. Tidak ada aturan baku kecuali cerita Anda harus sangat, sangat menarik. Kisahnya bisa menarik, menyeramkan, menyenangkan, lucu, atau sedih—namun satu hal yang pasti, ceritanya tidak boleh membuat pembaca merasa bosan.
Selamat mencoba !!!
http://syangar.bodo.blogspot.co.cc

Menulis novel

“Tidaklah mudah menuliskan sesuatu yang asyik diatas kertas” kata-kata itu seringkali muncul dibenak kita (pemula) untuk menuliskan kisah cerita baik pribadi atau pun cerpen, novel dan tulisan-tulisan lain baik fiktif atau non fiksi.
Menulis novel memang harus lebih inten dan riil ketimbang cerpen, namun jika kita telah mampu menulis cerpen tinggal mengembangkan ide ceritanya doang kok!
Seperti paragraf pertama dalam cerita pendek atau esai, bab pertama dalam sebuah novel selalu saya anggap penting. Bahkan saya tak akan pernah menulis bab kedua jika bab pertama belum yakin. Bab yang lain bisa saya tulis dengan acak, tapi tidak bab pertama. Bab pertama bagaikan resepsionis sebuah hotel, atau percakapan pertama dengan seorang gadis. Jika saya merasa berhasil dengan bab ini, saya bisa merasa yakin dengan keseluruhan novel. Jika bab ini gagal, saya akan merasa sia-sia menyelesaikan sisanya.
Kafka merupakan guru terbaik saya dalam menulis bab pertama. Bagi saya, ia tak hanya terbaik dalam menulis bab pertama, tapi juga yang terbaik dalam menulis paragraf pertama. Perhatikan kutipan dari The Trial: Someone must have traduced Joseph K., for without having done anything wrong he was arrested one fine morning. Atau dari Metamorphosis yang terkenal itu: When Gregor Samsa woke up one morning from unsettling dreams, he found himself changed in his bed into a monstrous vermin. (Terjemahan keduanya bisa berbeda dari satu versi ke versi lain).
Kenapa saya menganggap Kafka istimewa? Dalam karya-karyanya, Kafka selalu langsung masuk ke dalam masalah di kalimat pertama! Tak ada prolog yang bertele-tele. Dan yang terpenting kemudian, ia memberi rasa ingin tahu. Saya tahu ada banyak penulis juga mempergunakan metode ini, tapi saya merasa Kafka merupakan satu yang terbaik.

2. Arsitektur Novel

Mungkin ini tak menyenangkan bagi kebanyakan penulis, tapi saya melakukannya: Sejak awal saya sudah merencanakan berapa bab yang ingin saya tulis. Bahkan lebih dari itu, saya juga merencanakan berapa halaman sebuah novel akan saya tulis. Kalaupun ada perubahan, pasti saya lakukan di akhir, ketika saya mengedit. Sebagai contoh, Lelaki Harimau sejak awal sudah saya bayangkan berisi lima bab, dan Cantik itu Luka sebanyak dua puluh bab (di akhir, saya membuang dua bab, menjadi hanya delapan belas bab).
Kenapa saya demikian ketat soal ini? Pertama-tama, meskipun saya percaya dengan improvisasi, saya juga percaya dengan rancang-bangun sebuah karya. Jika saya merencanakan sebuah novel dalam lima bab, saya bisa merancang-bangun beragam aspek novel tersebut dalam setiap babnya. Di bab berapa saya perkenalkan seorang tokoh? Di bab mana sebuah klimaks harus saya letakkan? Dimana problem baru harus muncul? Mana bab yang mestinya melodrama, dan mana bab yang sebaiknya tragis?
Mungkinkah sebuah karya dirancang aspek kuantitasnya sejak awal (jumlah bab, jumlah halaman)? Bagi saya sangat mungkin. Barangkali karena saya terbiasa menulis dengan batasan tertentu untuk media, saya juga menjadi terbiasa menebak, cerita tertentu bisa saya tulis lima puluh halaman atau tiga ratus halaman. Cantik itu Luka tak mungkin saya tulis hanya dua ratus halaman, begitu pula Lelaki Harimau tak akan pernah saya paksakan ditulis lima ratus halaman. Masing-masing memiliki proporsinya masing-masing.
Dalam hal arsitektur novel, Gabriel Garcia Marquez saya pikir yang terbaik. Kita bisa merasakan aliran yag dinamis dari bab ke bab dalam novelnya. Seperti sebuah alur yang sempurna. Ia bukan tipe penulis yang linear, tapi aliran plotnya tak pernah tersendat. Misalnya, ia selalu melakukan flashback di tempat yang tepat, di bab yang mestinya memang flashback. Bayangkan jika bab kedua One Hundred of Solitude bukan kisah mengenai nenek-moyang keluarga Buendia ketika desa mereka diserang bajak laut Francis Drake. Di bab mana lagi bagian itu bisa ditempatkan?
3. Nada dan Irama
Jujur saja, saya tak tahu harus memakai istilah apa. Saya mempergunakan kata “nada” sebagai padanan kata “tone” dalam bahasa Inggris, dan “irama” dari “rhythm“. Sebagaimana dalam lagu, saya percaya dalam novel juga ada yang disebut “nada” dan “irama”. Istilah ini saya rujuk sebagai “cara seseorang menulis”. Berbeda dengan cerita pendek, saya menaruh perhatian yang besar terhadap “nada” dalam novel. Kenapa? Sederhana saja: novel berdurasi panjang, sangat mudah bagi seorang penulis untuk “terpeleset”, atau kalau dalam nyanyian, sangat mudah untuk menjadi fals.
Baiklah, saya akan mencoba membuatnya lebih jelas. Barangkali kita pernah membaca sebuah tulisan yang kita anggap santai, ringan. Di tempat lain, kita membaca sebuah tulisan yang membuat kita nyengir-nyengir kecil. Ada juga tulisan yang membuat kita berpikir, tapi tanpa harus membuat kepala terbakar. Saya percaya, itu sangat tergantung “nada” yang dipakai. Dengan kata lain, kita bisa menulis hal yang sama dengan nada yang berbeda. Seorang penulis harus memilih satu pilihan nada tertentu yang paling cocok untuk novelnya.
Dalam Cantik itu Luka, saya mempergunakan penulisan yang cenderung sederhana, dengan kata-kata sehari-hari. Saya pikir saya tak perlu mengatakan kenapa saya memilih itu. Tapi jika kamu membaca novel saya berikutnya, Lelaki Harimau, pasti bisa menemukan bahwa saya memakai pilihan kata dan cara menulis yang berbeda. Dengan kata lain, saya memakai “nada” yang berbeda. Kurang lebih itulah maksud saya.
Sementara itu, “irama” tidak saya samakan dengan plot. Irama lebih mengacu kepada bagaimana kita mengatur aliran intensitas cerita. Misalnya dimana kita harus meringkas sebuah fragmen, dimana kita berpanjang-panjang.
Problemnya, sekali lagi, novel nyaris tidak mungkin ditulis dalam sekali tulis. Bahkan novel yang ditulis secara spartan pun, saya yakin, pasti membutuhkan waktu beberapa hari. Dan pasti ada jeda istirahat. Dalam kasus saya, jika tak hati-hati, kadang-kadang, kita bisa “terpeleset”. Irama dari satu bab ke bab berantakan. Bab pertama cerita berjalan cepat, bab kedua cepat, bab ketiga cepat, eh, bab keempat tiba-tiba bertele-tele. Di novel yang ditulis selama berbulan-bulan, di mana bab pertama ditulis bulan Januari dan bab kelima ditulis bulan November, dengan mudah keterpelesetan ini bisa terjadi.
Begitu pula dengan nada menulis. Bahkan suasana hati seorang penulis bisa sangat berpengaruh terhadap tulisannya.
Tentu saja saya tak bermaksud bahwa sebuah novel harus ditulis dengan nada dan irama yang sama sepanjang novel. Itu hanya akan menciptakan sebuah novel yang monoton dan datar, kan? Maksud saya lebih tertuju pada, nada dan irama ini harus diperhatikan, jangan sampai turun atau naik, atau berbelok, di tempat yang tak semestinya.
Sekali lagi, dalam kasus saya, karena novel ditulis dalam rentang waktu yang lama, tak mungkin menjaga nada dan irama ini persis sebagaimana yang diinginkan. Cara paling praktis yang sejauh ini sudah dua kali saya lakukan adalah: setelah menyelesaikan sebuah draft, saya menulis ulang semuanya secara berkesinambungan, sehingga nada dan irama tulisan lebih terjaga. Barangkali ada cara yang lebih mudah: melakukan penyuntingan yang ketat di akhir penulisan. Ini yang saya pilih untuk novel ketiga.
Mohon tambahan bimbingannya ya http://syangar.bodo.blogspot.co.cc

Menulis Resensi

Resensi yang merupakan salah satu bentuk tulisan jurnalistik populer tetap mempunyai aturan-aturan penulisan. Aturan tersebut didasarkan pada unsur-unsur yang membangun resensi buku. Setiap media massa mempunyai pola sendiri dalam penulisan resensi. Akan tetapi pola-pola tersebut tetap mengandung unsur-unsur resensi pada umumnya. Unsur tersebut menurut Samad (1997:7—8) meliputi judul resensi, data buku, pendahuluan, tubuh atau isi pernyataan, dan penutup.
Judul resensi haruslah selaras dengan keseluruhan isi resensi dan tentu saja menarik. Dalam unsur yang kedua, data buku, terdiri dari (1) judul buku, (2) pengarang, (3) penerbit, (4) tahun terbit beserta cetakannya, (5) tebal buku, dan (6) harga buku (jika diperlukan). Unsur tubuh resensi merupakan bagian inti dari suatu resensi. Bagian ini memuat diantaranya (1) sinoposis atau isi buku secara bernas dan kronologis, (2) ulasan singkat buku dengan kutipan secukupnya, (3) keunggulan buku, (4) kelemahan buku, (5) rumusan
kerangkan buku, (6) tinjauan bahasa, dan (7) adanya kesalahan cetak. Terakhir, unsur penutup resensi biasanya berisi buku itu penting untuk siapa dan mengapa. Pendapat ini senada dengan pendapat Saryono (1997:68), tetapi Saryono menambahkan unsur penulis resensi setelah unsur penutup resensi.
Sementara itu, Romli (2003: 78—81) berpendapat bahwa resensi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pendahuluan, bagian isi, dan bagian penutup. Pada bagian penduluan, peresensi memberikan informasi mengenai identitas buku yang meliputi judul, penulis, penerbit dan tahun terbitnya, jumlah halaman, dan harga buku jika diperlukan. Kemudian di bagian kedua berisi ulasan tentang tema atau judul buku, paparan singkat isi buku (mengacu kepada daftar isi) atau gambaran tentang keseluruhan isi buku, dan informasi tentangl atar belakang serta tujuan penulisan buku tersebut.
Pada bagian ini juga diulas mengenai gaya penulisan, perbandingan buku itu dengan buku bertema sama karangan penulis lain atau buku karangan penulis yang sama dengan tema lain. Pada bagian penutup peresensi menilai bobot (kualitas) isi buku tersebut secara keseluruhan, menilai kelebihan dan kekurangan buku tersebut, memberi kritik dan saran kepada penulis dan penerbit menyangkut cover, judul, editing, serta
memberi pertimbangan kepada pembaca tentang perlu tidaknya buku tersebut dibaca dan dimiliki.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan mengenai unsur-unsur dalam resensi, yaitu (1) judul resensi yang dikemas secara menarik dan mewakili keseluruhan isi resensi, (2) identitas buku yang meliputi judul, penulis, penerbit dan tahun terbitnya, jumlah halaman, dan harga buku jika diperlukan, (3) pendahuluan, (4) tubuh resensi, (5) penutup resensi, dan (6) identitas peresensi

http://syangar.bodo.blogspot.co.cc

Tips Menulis Cerpen

Menulis Cerpen

Menulis cerpen adalah salah satu “jalan pintas” yang paling sering digunakan seseorang untuk merintis jalan menjadi seorang penulis. Sebelum menjadi penulis beken, biasanya seseorang memulai dengan menulis cerpen di media massa atau majalah-majalah remaja. Cara seperti ini sah-sah saja dilakukan. Toh dengan menulis cerpen, sebenarnya kita juga sedang berbagi ideologi dari kisah-kisah pendek tersebut sebagaimana menulis novel, opini, artikel bahkan buku bacaan.
Namun demikian, banyak juga yang tidak jadi melanjutkan cita-citanya sebagai penulis hanya karena tidak dapat menyelesaikan cerpennya. Ada yang tidak tahu darimana mulai menuliskannya. Ada juga yang tidak tahu bagaimana mengakhiri cerpennya. Celakanya, ketika ia tidak mengetahui hal tersebut, ia langsung mengutuk dirinya bahwa ia benar-benar tidak berbakat menjadi penulis.
Sebenarnya, tidak ada teori yang pasti mengenai penulisan cerpen. Namun, setidaknya tips dibawah ini dapat digunakan untuk memulai menulis cerpen. Yang penting untuk diingat, tips berikut adalah alat bantu untuk menulis cerpen. Jika kelak tips ini tidak membantu bahkan menyusahkan, jangan sungkan-sungkan untuk melupakannya.

Menentukan Tema Besar
Penentuan tema merupakan hal yang paling penting dalam penulisan cerpen. Sebelum membuat cerpen, setidaknya kita harus menentukan titik tekan (stressing point) dari cerpen tersebut. Ada banyak pilihan tema besar yang bisa kita pilih, diantaranya yaitu persahabatan, percintaan, sosial, budaya, sejarah, politik, sains dan tekhnologi, agama, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, kita memilih tema besar SEJARAH. Dari tema inilah kelak, kita akan membuat cerpen.

Menentukan Ide Cerita
Setelah kita menentukan tema besar, kita pastinya mempunyai ide-ide cerita yang berkaitan dengan tema besar tersebut. Percintaan misalnya, dalam hal ini kita bisa menemukan ide tentang pernikahan, perjumpaan pertama, rebutan pacar, saling kirim surat, dan lain sebagainya. Sangat banyak ide yang berkeliaran tentang tema percintaan. Begitu juga dengan tema-tema lainnya.
Dalam hal ini, ada satu hal yang filosofi menulis yang perlu kita ingat. “Janganlah memikirkan apa yang mau ditulis, tapi tulislah apa yang sedang dipikirkan!” tulislah ide-ide itu sebanyak-banyaknya. Jangan pernah takut salah. Toh, ini belum menjadi cerpen. Hanya pencatatan ide saja. Karena tadi kita telah memilih SEJARAH sebagai tema besar, kita mungkin bisa mencatat ide sebagai berikut: cerita nabi, sejarah kemerdekaan, dongeng-dongeng masyarakat, malin kundang, sangkuriang, dan lain sebagainya.
Mengembangkan Ide
Nah, inilah saatnya kita mengembangkan ide-ide tersebut. Dari sekian banyak ide yang kita tuliskan, tentulah ada satu ide yang sangat akrab ditelinga bahkan telah ada gambaran mengenai jalan ceritanya. Itulah yang harus kita kembangkan.
Dalam hal ini, satu hal yang perlu kita ingat adalah TEORI MENULIS ITU MUNCUL SETELAH ADA TULISAN. Jadi, tulislah sesuka hati, jangan pernah memikirkan apakah cerpen kita sesuai EYD atau tidak. Cerpen tersebut masuk akal atau tidak. Tokoh cerpen ini menarik atau tidak. Setting kejadiannya sesuai dengan aslinya atau tidak. Jangan pernah memikirkan hal-hal yang demikian. Dari ide diatas tadi, kita akan mengembangkan cerita nabi terkhusus nabi Ibrahim.

Merias Cerpen
Setelah ide tersebut kita kembangkan hingga dirasa cukup dan selesai, kini tibalah saatnya kita merias cerpen tersebut. Ingatlah sebuah teori yang mengatakan bahwa TIDAK ADA TULISAN YANG BAGUS KETIKA DITULIS PERTAMA KALINYA. Semua tulisan pastilah melalui proses editing. Dalam proses inilah, kita perlu memikirkan EYD, masuk akal atau tidaknya cerpen, tokohnya menarik atau tidak, dialognya terlalu formal atau nyata, setting kejadiannya sesuai asli atau tidak.
Kita juga perlu memikirkan apakah akhir dari cerpen ini memuaskan pembaca atau tidak. Mudah ditebak atau tidak. Jika semuanya telah cukup, selamat cerpen tersebut telah selesai.

Publikasi
Saatnya mempublikasikan adalah saat unjuk gigi. Jangan pernah malu untuk mempublikasikan tulisan. Jangan pernah menghina tulisan sendiri sebelum mempublikasikannya. Terkadang, ada tulisan yang kita anggap jelek namun menarik menurut orang lain. Sebaliknya, menurut kita tulisan itu menarik, namun respon pembaca biasa-biasa saja. Kesimpulannya, publikasikanlah karya terlebih dahulu dan tunggulah kejutan-kejutan yang menarik.

Menulis cerpen
Menulis Cerita Pendek (cerpen) merupakan pekerjaan gampang bagi mereka yang sudah terbiasa atau terlatih. Namun bagi orang yang baru (pemula) menulis, menulis cerpen merupakan pekerjaan yang tidak gampang. Pada hal, setiap orang sesungguhnya berpotensi menjadi penulis cerpen. Berikut beberapa petunjuk yang perlu disimak sebelum mulai melangkah menjadi penulis cerpen, yaitu:
(1)   Miliki Komitmen: orang yang ingin menjadi penulis cerpen harus memiliki niat yang teguh untuk menjadi cerpenis yang sukses. Rela memberikan/meluangkan waktunya dan fokus pada kegiatan menulis;
(2)   Banyak Membaca Cerpen: sebelum menjadi penulis harus banyak membaca. Lupakan dulu teori-teori tentang bagaimana menulis cerpen yang baik. Karena dengan banyak membaca cerpen yang sudah dimuat di media akan memberikan gambaran bagaimana syarat cerpen yang baik;
(3)   Tentukan Arah: setelah banyak membaca cerpen akan timbul kecenderungan dalam diri untuk lebih menyukai satu jenis cerpen , misalnya, cerpen misteri atau cerpen fiksi ilmiah, atau horor, dan sebagainya. Setelah ada satu jenis cerpen yang disukai, mulailah serius dan tekun menulis.
Jika hal-hal tersebut diatas telah dimiliki, mulailah menulis cerpen. Buat alokasi waktu untuk menulis, tentukan jam kerja untuk menyelesaikan satu cerpen. Untuk permulaan cobalah tetapkan waktu 10 jam dengan perhitungan dua hari untuk menyelasaikan satu cerpen. Misalnya, hari pertama menulis selama 5 jam, mulai jam 7 malam sampai jam 12. kemudian pada hari berikutnya menulis lagi selama 5 jam pada waktu yang sama.
Tetaplah berkomitmen untuk menjadi penulis cerpen yang berhasil. Jika Anda rajin berlatih membuat cerpen secara rutin, maka tidak mustahil pada suatu ketika akhirnya Anda akan mampu membuat cerpen dalam waktu 2-3 jam.
Setelah selesai menulis, jangan buru-buru mengirimkannya ke suatu media, tabloid atau surat kabar. Bersabarlah sedikit, seseorang yang ingin tulisannya dimuat harus bisa membuat strategi untuk menyiasati dewan redaksi media yang dikirimi cerpen. Pertimbangkanlah hal-hal berikut:
(1)   Naskah yang dikirimkan harus bisa memenuhi kriteria yang diinginkan oleh redaksi. Perhatikan visi dan misi medianya, misalnya media bacaan untuk remaja 13-17 tahun, jangan kirimkan naskah cerpen yang tokoh utamanya orang mahasiswa atau pegawai.
(2)   Naskah sudah dalam bentuk print out, isi dan tata bahasanya benar-benar sudah matang, siap saji.
(3)   Isi tulisan hendaknya mampu merebut perhatian, judulnya berkesan teror atau mengejutkan.
(4)   Tulislah tema-tema yang unik, jarang atau belum pernah ditulis oleh penulis lain.
(5)   Berusahalah aktif berkomunikasi dengan pemimpin redaksi media yang bersangkutan, berbincang-bincang, atau meminta saran bagaimana menulis cerpen yang baik untuk media mereka

Perencanaan Cerpen
Taruh seseorang di atas pohon: munculkan sebuah keadaan yang harus dihadapi tokoh utama cerita.
Lempari dia dengan batu: Dari keadaan sebelumnya, kembangkan suatu masalah yang harus diselesaikan si tokoh utama tadi. Contoh: Kesalahpahaman, kesalahan identitas, kesempatan yang hilang, dan sebagainya.
Buat dia turun: Tunjukkan bagaimana tokoh Anda akhirnya mengatasi masalah itu. Pada beberapa cerita, hal terakhir ini seringkali juga sekaligus digunakan sebagai tempat memunculkan pesan yang ingin disampaikan penulis. Contoh: Kekuatan cinta, kebaikan mengalahkan kejahatan, kejujuran adalah kebijakan terbaik, persatuan membawa kekuatan, dsb.
Ketika Anda selesai menulis, selalu (dan selalu) periksa kembali pekerjaan Anda dan perhatikan ejaan, tanda baca dan tata bahasa. Jangan menyia-nyiakan kerja keras Anda dengan menampilkan kesan tidak profesional pada pembaca Anda.
Praktekkan perencanaan sederhana ini pada tulisan Anda selanjutnya.

Tema
Setiap tulisan harus memiliki pesan atau arti yang tersirat di dalamnya. Sebuah tema adalah seperti sebuah tali yang menghubungkan awal dan akhir cerita dimana Anda menggantungkan alur, karakter, setting cerita dan lainnya. Ketika Anda menulis, yakinlah bahwa setiap kata berhubungan dengan tema ini.
Ketika menulis cerpen, bisa jadi kita akan terlalu menaruh perhatian pada satu bagian saja seperti menciptakan penokohan, penggambaran hal-hal yang ada, dialog atau apapun juga, untuk itu, kita harus ingat bahwa kata-kata yang berlebihan dapat mengaburkan inti cerita itu sendiri.
Cerita yang bagus adalah cerita yang mengikuti sebuah garis batas. Tentukan apa inti cerita Anda dan walaupun tema itu sangat menggoda untuk diperlebar, Anda tetap harus berfokus pada inti yang telah Anda buat jika tidak ingin tulisan Anda berakhir seperti pembukaan sebuah novel atau sebuah kumpulan ide-ide yang campur aduk tanpa satu kejelasan.

Tempo Waktu
Cerita dalam sebuah cerpen yang efektif biasanya menampilkan sebuah tempo waktu yang pendek. Hal ini bisa berupa satu kejadian dalam kehidupan karakter utama Anda atau berupa cerita tentang kejadian yang berlangsung dalam sehari atau bahkan satu jam. Dan dengan waktu yang singkat itu, usahakan agar kejadian yang Anda ceritakan dapat memunculkan tema Anda.

Setting
Karena Anda hanya memiliki jumlah kata-kata yang terbatas untuk menyampaikan pesan Anda, maka Anda harus dapat memilih setting cerita dengan hati-hati. Disini berarti bahwa setting atau tempat kejadian juga harus berperan untuk turut mendukung jalannya cerita. Hal itu tidak berarti Anda harus selalu memilih setting yang tipikal dan mudah ditebak. Sebagai contoh, beberapa setting yang paling menakutkan bagi sebuah cerita seram bukanlah kuburan atau rumah tua, tapi tempat-tempat biasa yang sering dijumpa pembaca dalam kehidupan sehari-hari mereka. Buatlah agar pembaca juga seolah-olah merasakan suasana cerita lewat setting yang telah dipilih tadi.

Penokohan
Untuk menjaga efektivitas cerita, sebuah cerpen cukup memiliki sekitar tiga tokoh utama saja, karena terlalu banyak tokoh malah bisa mengaburkan jalan cerita Anda. Jangan terlalu terbawa untuk memaparkan sedetail-detailnya latar belakang tiap tokoh tersebut. Tentukan tokoh mana yang paling penting dalam mendukung cerita dan fokuskan diri padanya. Jika Anda memang jatuh cinta pada tokoh-tokoh Anda, pakailah mereka sebagai dasar dalam novel Anda kelak.

Dialog
Jangan menganggap enteng kekuatan dialog dalam mendukung penokohan karakter Anda, sebaliknya dialog harus mampu turut bercerita dan mengembangkan cerita Anda. Jangan hanya menjadikan dialog hanya sebagai pelengkap untuk menghidupkan tokoh Anda. Tiap kata yang ditaruh dalam mulut tokoh-tokoh Anda juga harus berfungsi dalam memunculkan tema cerita. Jika ternyata dialog tersebut tidak mampu mendukung tema, ambil langkah tegas dengan menghapusnya.

Alur
Buat paragraf pembuka yang menarik yang cukup membuat pembaca penasaran untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Pastikan bahwa alur Anda lengkap, artinya harus ada pembukaan, pertengahan cerita dan penutup. Akan tetapi, Anda juga tidak perlu terlalu berlama-lama dalam membangun cerita, sehingga klimaks atau penyelesaian cerita hanya muncul dalam satu kalimat, dan membuat pembaca merasa terganggu dan bingung dalam artian negatif, bukannya terpesona. Jangan pula membuat "twist ending" (penutup yang tak terduga) yang dapat terbaca terlalu dini, usahakan supaya pembaca tetap menebak-nebak sampai saat-saat terakhir. Jika Anda membuat cerita yang bergerak cepat, misalnya cerita tentang kriminalitas, jagalah supaya paragraf dan kalimat-kalimat Anda tetap singkat. Ini adalah trik untuk mengatur kecepatan dan memperkental nuansa yang ingin Anda sajikan pada pembaca.

Baca ulang
Pembaca dapat dengan mudah terpengaruh oleh format yang tidak rapi, penggunanaan tanda baca dan tata bahasa yang salah. Jangan biarkan semua itu mengganggu cerita Anda, selalu periksa dan periksa kembali.



Menulis cerpen dengan metode merekam
Merekam sebuah kisah yang diceritakan sahabat, teman, yang sedang curhat terkadang memang hal yang aneh dan mungkin kita anggap prifasi, namun jika kita lebih maju sedikit dalam berfikir, rekaman itu bisa kita jadikan bahan menulis cerpen dengan sedikit mendaramatisir cerita.

Teori Dalam Pelajaran Bahasa Tetap Penting.
Bagaimanapun juga pelajaran bahasa Indonesia di sekolah dan kampus tetap penting untuk membantu kita menjadi penulis. Dalam menulis biasakanlah menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar terutama untuk penulisan artikel. Waktu menjadi juri lomba cerpen pelajar, banyak sekali saya temui naskah cerpen yang salah menempatkan tanda (titik, koma, tanda petik dst). Ada juga cerpen yang menggunakan bahasa singkatan yang tidak dimengerti. Minatilah pelajaran bahasa sehingga anda benar-benar menguasainya.

Segera Catat Inspirasi Yang terlintas.
Seringkali ide dan inspirasi itu datang pada waktu yang tidak terduga dan kalau kita tidak mencatatnya bisa jadi kita akan lupa dan hal itu belum tentu akan datang lagi. Saya menyarankan biasakan membawa buku kecil ke manapun anda pergi. Atau bisa juga ide yang datang tiba-tiba itu dicatat melalui ponsel dan direkap ulang di dalam buku pada saat anda sempat.
Pastikan pada saat yang tepat anda akan menulis ide itu ke dalam bentuk tulisan yang utuh. Usahakan juga, kalau anda mendengar sesuatu (kosa kata menarik, tema, judul, kalimat indah, kata mutiara dll) dari orang lain, segera catat sebab itu akan membantu perbendaharaan kata anda di dalam menulis. Saya sendiri mendapatkan banyak manfaat dari cara seperti itu. Usahakanlah punya satu buku khusus untuk mencatat hal-hal singkat yang mengingatkan anda pada tema tulisaan (kamus pribadi), misalnya ide tulisan yang hendak dijadikan cerpen, inspirasi yang kemarin malam muncul sebelum tidur, daftar novel yang ingin ditulis, daftar nama tokoh dalam cerpen yang menarik, cuplikan deskripsi dalam sebuah novel yang ingin anda baca berulang-ulang saking bagusnya, dan seterusnya.

Pelajari Karakter Teman Di Sekitarmu
Ada banyak karakter manusia yang diulas dalam satu cerita. Kita tahu bahwa manusia memiliki karakter yang berbeda. Hal ini memberi kita pelajaran penting dalam menulis. Menulis cerpen akan lebih mudah (terutama dalam mendiskripsikan tokoh dan membuat adegan dialog) jika kita menjadikan orang yang kita kenal sebagai referensi. Misalnya begini, dalam cerpen kita ada tokoh antagonis yang cerewet, pemuja penampiran dan suka anill. Carilah diantara teman di pergaulanmu yang iker iki sikap demikian dan perhatikan bagaimana gaya bicarannya, pilihan kalimatnya dan intonasinya. Contoh lain, dalam cerpen ada tokoh baik, penyabar dan jujur. Perhatikan di sekeliling adakah temanmu yang memiliki sifat demikian? Jika ada perhatikan cara bicaranya, sikapnya, kesukaannya.
Sehingga ketika ingin menggambarkan kepada pembaca bagaimana sih sosok tokoh baik itu, maka anda akan dimudahkan oleh teman yang baik tadi sebagai referensi. Hal ini akan membantu untuk mendiskripsikan karakter orang. Sebab, dalam sebuah cerita, pasti akan mengulas sifat. Ada yang baik, jahat, nakal, penyabar, curang, gagah, centil, penggoda, penggombal, pembohong dan seterusnya. Karakter seperti itu ada di sekeliling kita. Tinggal comot saja mereka sebagai tokoh dalam cerita.

Buatlah Kerangka Cerita
Dalam pelajaran bahasa sering kita dianjurkan untuk membuat kerangka karangan. Hanya saja metodenya cukup formal dan sulit dijadikan acuan dalam mengarang. Menurut saya, bikinlah kerangka cerita itu sesuai dengan kebiasaan dan gaya anda sendiri misalnya, ingin menulis sebuah cerpen tentang persahabatan dengan seseorang. Anda harus mencatat dulu apa aja sih yang ingin anda ceritakan? Kisah persahabatan itu dengan siapa? Sisi menarik apa dalam kisah itu? Apa saja kesan anda terhadap dia? Kenyataan persahabatan apa yang terjadi dengannya? Bagaimana akhir dari kisah itu dan apa harapan anda dalam persahabatan dengannya.
Contoh kerangka sederhana untuk membuat cerpen, katakanlah temanya ‘berpisah’ dengan seorang sahabat:
Kisah persahabatan dengan si A
Awalnya bertemu dalam sebuah acara
Pernah bertengkar hebat karena beda pendapat
Dia sebenarnya sahabat yang penuh pengertian
Dia jadi teman special.
Akhirnya berpisah untuk selamanya karena satu sebab.
Kemungkinan judulnya: Selamat Jalan Sahabatku atau Rinduku Tak Pernah Berakhir atau sepucuk surat untuk sahabat atau Entah Kapan Engkau Kembali dan seterusnya. Biasakan membuat beberapa alternatif judul untuk cerpenmu. Semakin menarik judulnya, semakin memancing orang untuk membaca ceritamu. Judul ibarat wajah, kalo cakep orang mudah jatuh hati.
Dari kerangka sederhana dan acak di atas tinggal anda susun dalam bentuk cerita. Untuk tahap permulaan, tuliskan saja cerita tersebut berdasarkan ingatan yang ada dalam pikiran dan mengacu pada kerangka karangan. Nanti setelah selesai baru di edit lagi agar lebih menarik.

Latihan Menulis Dialog
Cerita pendek seringkali dibuka dengan narasi atau deskripsi tempat atau orang. Dalam latihan menulis kita harus membiasakan diri diselingi dengan dialog antar tokoh. Kalimat dialog itu juga harus disesuaikan dengan karakter usia dan topik pembicaraan si tokoh. Kalo tokohnya seorang guru fisika yang sedang ngajar nggak mungkin pake bahasa gaul ala sinetron yang serba abu-abu, kalau tokohnya seorang galak kemungkinan bahasanya ketus dan kasar. Selain itu perhatikan juga variasi keterangan dialog, misalnya:
“Aku sayang sama kamu.” Bisik cowok itu yang membuat jantung Diva seakan berhenti berdetak.
Anda bisa merubahnya menjadi:
“Aku,” Cowok itu berbisik pelan di dekat telinga Diva, “sayang sama kamu.”
Bisa juga diubah menjadi:
Cowok itu merangkul Diva dan berbisik pelan di antara gemerisik flamboyan yang diterpa angin malam, “Aku sayang sama kamu.”
Itu adalah contoh variasi dialog. Masih ada lagi jenis keterangan dialog yang perlu diperhatikan yang harus disesuaikan dengan adegan, misalnya:
“Jangan tinggalkan aku.” Pinta Ratu lirih. Atau bisa juga dengan: Ratu memohon pada cowok itu agar tidak meninggalkannya sendirian.
“Jangan coba-coba dekati aku lagi!” hardik Diva dengan muka merah padam. Atau bisa juga dengan: Dengan muka yang merah padam Diva menghardik cowok itu agar tidak berusaha lagi mendekatinya.
“Aku berharap kita akan selalu bersama selamanya.” Ucap perempuan itu. Atau juga bisa, “Aku berharap kita akan selalu bersama, selamanya.” Desis perempuan itu memecah keheningan malam.
Ada juga variasi seperti ini: “Kalau saja aku mau jujur, “ kata lelaki itu pada kekasihnya tanpa ada kesan bercanda, “sebenarnya aku tidak pernah mencintaimu,” sejenak ia terdiam, “sehebat saat ini” Kita harus bisa mengganggu pembaca dengan berbagai variasi yang seolah-olah aneh padahal pesan kita pada pembaca biasa-biasa saja.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan:
# Pandai Mendramatisir cerita.
# Banyak menguasai kosa kata.
# Memasukkan unsur-unsur baru yang lain dari yang lain.
# Jangan terikat oleh ketentuan bahwa panjang cerpen harus sekian halaman (ada cerpen yang Cuma 3 halaman dan ada yang sampai 25 halaman).
# Bimbingan Langsung Pada Penulis
Hal ini yang paling cepat membuat anda mahir menulis. Anda bisa menulis dulu satu naskah cerpen kemudian anda konsultasikan dengan penulis yang anda kenal, dan mintalah agar naskahmu di edit dan dikemas dengan lebih baik. Dengan begitu kamu bisa langsung mengetahui kelebihan serta kelemahan tulisannya. Saya sendiri sering membantu memperbaiki naskah cerpen para pemula dan akhirnya mereka berhasil menembus media massa dan memenangkan berbagai lomba cerpen.

http://syangar.bodo.blogspot.co.cc

Tri Cerpen

Peradilan Rakyat

Cerpen Putu Wijaya
Seorang pengacara muda yang cemerlang mengunjungi ayahnya, seorang pengacara senior yang sangat dihormati oleh para penegak hukum.

"Tapi aku datang tidak sebagai putramu," kata pengacara muda itu, "aku datang ke mari sebagai seorang pengacara muda yang ingin menegakkan keadilan di negeri yang sedang kacau ini."

Pengacara tua yang bercambang dan jenggot memutih itu, tidak terkejut. Ia menatap putranya dari kursi rodanya, lalu menjawab dengan suara yang tenang dan agung.

"Apa yang ingin kamu tentang, anak muda?"
Pengacara muda tertegun. "Ayahanda bertanya kepadaku?"
"Ya, kepada kamu, bukan sebagai putraku, tetapi kamu sebagai ujung
tombak pencarian keadilan di negeri yang sedang dicabik-cabik korupsi ini."
Pengacara muda itu tersenyum.
"Baik, kalau begitu, Anda mengerti maksudku."

"Tentu saja. Aku juga pernah muda seperti kamu. Dan aku juga berani, kalau perlu kurang ajar. Aku pisahkan antara urusan keluarga dan kepentingan pribadi dengan perjuangan penegakan keadilan. Tidak seperti para pengacara sekarang yang kebanyakan berdagang. Bahkan tidak seperti para elit dan cendekiawan yang cemerlang ketika masih di luar kekuasaan, namun menjadi lebih buas dan keji ketika memperoleh kesempatan untuk menginjak-injak keadilan dan kebenaran yang dulu diberhalakannya. Kamu pasti tidak terlalu jauh dari keadaanku waktu masih muda. Kamu sudah membaca riwayat hidupku yang belum lama ini ditulis di sebuah kampus di luar negeri bukan? Mereka menyebutku Singa Lapar. Aku memang tidak pernah berhenti memburu pencuri-pencuri keadilan yang bersarang di lembaga-lembaga tinggi dan gedung-gedung bertingkat. Merekalah yang sudah membuat kejahatan menjadi budaya di negeri ini. Kamu bisa banyak belajar dari buku itu."

Pengacara muda itu tersenyum. Ia mengangkat dagunya, mencoba memandang pejuang keadilan yang kini seperti macan ompong itu, meskipun sisa-sisa keperkasaannya masih terasa.

"Aku tidak datang untuk menentang atau memuji Anda. Anda dengan seluruh sejarah Anda memang terlalu besar untuk dibicarakan. Meskipun bukan bebas dari kritik. Aku punya sederetan koreksi terhadap kebijakan-kebijakan yang sudah Anda lakukan. Dan aku terlalu kecil untuk menentang bahkan juga terlalu tak pantas untuk memujimu. Anda sudah tidak memerlukan cercaan atau pujian lagi. Karena kau bukan hanya penegak keadilan yang bersih, kau yang selalu berhasil dan sempurna, tetapi kau juga adalah keadilan itu sendiri."

Pengacara tua itu meringis.
"Aku suka kau menyebut dirimu aku dan memanggilku kau. Berarti kita bisa bicara sungguh-sungguh sebagai profesional, Pemburu Keadilan."
"Itu semua juga tidak lepas dari hasil gemblenganmu yang tidak kenal ampun!"
Pengacara tua itu tertawa.
"Kau sudah mulai lagi dengan puji-pujianmu!" potong pengacara tua.
Pengacara muda terkejut. Ia tersadar pada kekeliruannya lalu minta maaf.

"Tidak apa. Jangan surut. Katakan saja apa yang hendak kamu katakan," sambung pengacara tua menenangkan, sembari mengangkat tangan, menikmati juga pujian itu, "jangan membatasi dirimu sendiri. Jangan membunuh diri dengan diskripsi-diskripsi yang akan menjebak kamu ke dalam doktrin-doktrin beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air, bagai suara alam, karena kamu sangat diperlukan oleh bangsamu ini."

Pengacara muda diam beberapa lama untuk merumuskan diri. Lalu ia meneruskan ucapannya dengan lebih tenang.

"Aku datang kemari ingin mendengar suaramu. Aku mau berdialog."
"Baik. Mulailah. Berbicaralah sebebas-bebasnya."

"Terima kasih. Begini. Belum lama ini negara menugaskan aku untuk membela seorang penjahat besar, yang sepantasnya mendapat hukuman mati. Pihak keluarga pun datang dengan gembira ke rumahku untuk mengungkapkan kebahagiannya, bahwa pada akhirnya negara cukup adil, karena memberikan seorang pembela kelas satu untuk mereka. Tetapi aku tolak mentah-mentah. Kenapa? Karena aku yakin, negara tidak benar-benar menugaskan aku untuk membelanya. Negara hanya ingin mempertunjukkan sebuah teater spektakuler, bahwa di negeri yang sangat tercela hukumnya ini, sudah ada kebangkitan baru. Penjahat yang paling kejam, sudah diberikan seorang pembela yang perkasa seperti Mike Tyson, itu bukan istilahku, aku pinjam dari apa yang diobral para pengamat keadilan di koran untuk semua sepak-terjangku, sebab aku selalu berhasil memenangkan semua perkara yang aku tangani.

Aku ingin berkata tidak kepada negara, karena pencarian keadilan tak boleh menjadi sebuah teater, tetapi mutlak hanya pencarian keadilan yang kalau perlu dingin danbeku. Tapi negara terus juga mendesak dengan berbagai cara supaya tugas itu aku terima. Di situ aku mulai berpikir. Tak mungkin semua itu tanpa alasan. Lalu aku melakukan investigasi yang mendalam dan kutemukan faktanya. Walhasil, kesimpulanku, negara sudah memainkan sandiwara. Negara ingin menunjukkan kepada rakyat dan dunia, bahwa kejahatan dibela oleh siapa pun, tetap kejahatan. Bila negara tetap dapat menjebloskan bangsat itu sampai ke titik terakhirnya hukuman tembak mati, walaupun sudah dibela oleh tim pembela seperti aku, maka negara akan mendapatkan kemenangan ganda, karena kemenangan itu pastilah kemenangan yang telak dan bersih, karena aku yang menjadi jaminannya. Negara hendak menjadikan aku sebagai pecundang. Dan itulah yang aku tentang.

Negara harusnya percaya bahwa menegakkan keadilan tidak bisa lain harus dengan keadilan yang bersih, sebagaimana yang sudah Anda lakukan selama ini."

Pengacara muda itu berhenti sebentar untuk memberikan waktu pengacara senior itu menyimak. Kemudian ia melanjutkan.

"Tapi aku datang kemari bukan untuk minta pertimbanganmu, apakah keputusanku untuk menolak itu tepat atau tidak. Aku datang kemari karena setelah negara menerima baik penolakanku, bajingan itu sendiri datang ke tempat kediamanku dan meminta dengan hormat supaya aku bersedia untuk membelanya."

"Lalu kamu terima?" potong pengacara tua itu tiba-tiba.
Pengacara muda itu terkejut. Ia menatap pengacara tua itu dengan heran.
"Bagaimana Anda tahu?"

Pengacara tua mengelus jenggotnya dan mengangkat matanya melihat ke tempat yang jauh. Sebentar saja, tapi seakan ia sudah mengarungi jarak ribuan kilometer. Sambil menghela napas kemudian ia berkata: "Sebab aku kenal siapa kamu."

Pengacara muda sekarang menarik napas panjang.
"Ya aku menerimanya, sebab aku seorang profesional. Sebagai seorang pengacara aku tidak bisa menolak siapa pun orangnya yang meminta agar aku melaksanakan kewajibanku sebagai pembela. Sebagai pembela, aku mengabdi kepada mereka yang membutuhkan keahlianku untuk membantu pengadilan menjalankan proses peradilan sehingga tercapai keputusan yang seadil-adilnya."

Pengacara tua mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti.
"Jadi itu yang ingin kamu tanyakan?"
"Antara lain."
"Kalau begitu kau sudah mendapatkan jawabanku."
Pengacara muda tertegun. Ia menatap, mencoba mengetahui apa yang ada di dalam lubuk hati orang tua itu.
"Jadi langkahku sudah benar?"
Orang tua itu kembali mengelus janggutnya.

"Jangan dulu mempersoalkan kebenaran. Tapi kau telah menunjukkan dirimu sebagai profesional. Kau tolak tawaran negara, sebab di balik tawaran itu tidak hanya ada usaha pengejaran pada kebenaran dan penegakan keadilan sebagaimana yang kau kejar dalam profesimu sebagai ahli hukum, tetapi di situ sudah ada tujuan-tujuan politik. Namun, tawaran yang sama dari seorang penjahat, malah kau terima baik, tak peduli orang itu orang yang pantas ditembak mati, karena sebagai profesional kau tak bisa menolak mereka yang minta tolong agar kamu membelanya dari praktik-praktik pengadilan yang kotor untuk menemukan keadilan yang paling tepat. Asal semua itu dilakukannya tanpa ancaman dan tanpa sogokan uang! Kau tidak membelanya karena ketakutan, bukan?"
"Tidak! Sama sekali tidak!"
"Bukan juga karena uang?!"
"Bukan!"
"Lalu karena apa?"
Pengacara muda itu tersenyum.
"Karena aku akan membelanya."
"Supaya dia menang?"

"Tidak ada kemenangan di dalam pemburuan keadilan. Yang ada hanya usaha untuk mendekati apa yang lebih benar. Sebab kebenaran sejati, kebenaran yang paling benar mungkin hanya mimpi kita yang tak akan pernah tercapai. Kalah-menang bukan masalah lagi. Upaya untuk mengejar itu yang paling penting. Demi memuliakan proses itulah, aku menerimanya sebagai klienku."
Pengacara tua termenung.
"Apa jawabanku salah?"
Orang tua itu menggeleng.

"Seperti yang kamu katakan tadi, salah atau benar juga tidak menjadi persoalan. Hanya ada kemungkinan kalau kamu membelanya, kamu akan berhasil keluar sebagai pemenang."

"Jangan meremehkan jaksa-jaksa yang diangkat oleh negara. Aku dengar sebuah tim yang sangat tangguh akan diturunkan."

"Tapi kamu akan menang."
"Perkaranya saja belum mulai, bagaimana bisa tahu aku akan menang."

"Sudah bertahun-tahun aku hidup sebagai pengacara. Keputusan sudah bisa dibaca walaupun sidang belum mulai. Bukan karena materi perkara itu, tetapi karena soal-soal sampingan. Kamu terlalu besar untuk kalah saat ini."

Pengacara muda itu tertawa kecil.
"Itu pujian atau peringatan?"
"Pujian."
"Asal Anda jujur saja."
"Aku jujur."
"Betul?"
"Betul!"

Pengacara muda itu tersenyum dan manggut-manggut. Yang tua memicingkan matanya dan mulai menembak lagi.
"Tapi kamu menerima membela penjahat itu, bukan karena takut, bukan?"

"Bukan! Kenapa mesti takut?!"
"Mereka tidak mengancam kamu?"
"Mengacam bagaimana?"
"Jumlah uang yang terlalu besar, pada akhirnya juga adalah sebuah ancaman. Dia tidak memberikan angka-angka?"

"Tidak."
Pengacara tua itu terkejut.
"Sama sekali tak dibicarakan berapa mereka akan membayarmu?"
"Tidak."
"Wah! Itu tidak profesional!"
Pengacara muda itu tertawa.
"Aku tak pernah mencari uang dari kesusahan orang!"
"Tapi bagaimana kalau dia sampai menang?"
Pengacara muda itu terdiam.
"Bagaimana kalau dia sampai menang?"
"Negara akan mendapat pelajaran penting. Jangan main-main dengan kejahatan!"
"Jadi kamu akan memenangkan perkara itu?"
Pengacara muda itu tak menjawab.
"Berarti ya!"
"Ya. Aku akan memenangkannya dan aku akan menang!"

Orang tua itu terkejut. Ia merebahkan tubuhnya bersandar. Kedua tangannya mengurut dada. Ketika yang muda hendak bicara lagi, ia mengangkat tangannya.

"Tak usah kamu ulangi lagi, bahwa kamu melakukan itu bukan karena takut, bukan karena kamu disogok."
"Betul. Ia minta tolong, tanpa ancaman dan tanpa sogokan. Aku tidak takut."

"Dan kamu menerima tanpa harapan akan mendapatkan balas jasa atau perlindungan balik kelak kalau kamu perlukan, juga bukan karena kamu ingin memburu publikasi dan bintang-bintang penghargaan dari organisasi kemanusiaan di mancanegara yang benci negaramu, bukan?"

"Betul."
"Kalau begitu, pulanglah anak muda. Tak perlu kamu bimbang.

Keputusanmu sudah tepat. Menegakkan hukum selalu dirongrong oleh berbagai tuduhan, seakan-akan kamu sudah memiliki pamrih di luar dari pengejaran keadilan dan kebenaran. Tetapi semua rongrongan itu hanya akan menambah pujian untukmu kelak, kalau kamu mampu terus mendengarkan suara hati nuranimu sebagai penegak hukum yang profesional."

Pengacara muda itu ingin menjawab, tetapi pengacara tua tidak memberikan kesempatan.
"Aku kira tak ada yang perlu dibahas lagi. Sudah jelas. Lebih baik kamu pulang sekarang. Biarkan aku bertemu dengan putraku, sebab aku sudah sangat rindu kepada dia."

Pengacara muda itu jadi amat terharu. Ia berdiri hendak memeluk ayahnya. Tetapi orang tua itu mengangkat tangan dan memperingatkan dengan suara yang serak. Nampaknya sudah lelah dan kesakitan.

"Pulanglah sekarang. Laksanakan tugasmu sebagai seorang profesional."
"Tapi..."

Pengacara tua itu menutupkan matanya, lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. Sekretarisnya yang jelita, kemudian menyelimuti tubuhnya. Setelah itu wanita itu menoleh kepada pengacara muda.
"Maaf, saya kira pertemuan harus diakhiri di sini, Pak. Beliau perlu banyak beristirahat. Selamat malam."

Entah karena luluh oleh senyum di bibir wanita yang memiliki mata yang sangat indah itu, pengacara muda itu tak mampu lagi menolak. Ia memandang sekali lagi orang tua itu dengan segala hormat dan cintanya. Lalu ia mendekatkan mulutnya ke telinga wanita itu, agar suaranya jangan sampai membangunkan orang tua itu dan berbisik.

"Katakan kepada ayahanda, bahwa bukti-bukti yang sempat dikumpulkan oleh negara terlalu sedikit dan lemah. Peradilan ini terlalu tergesa-gesa. Aku akan memenangkan perkara ini dan itu berarti akan membebaskan bajingan yang ditakuti dan dikutuk oleh seluruh rakyat di negeri ini untuk terbang lepas kembali seperti burung di udara. Dan semoga itu akan membuat negeri kita ini menjadi lebih dewasa secepatnya. Kalau tidak, kita akan menjadi bangsa yang lalai."

Apa yang dibisikkan pengacara muda itu kemudian menjadi kenyataan. Dengan gemilang dan mudah ia mempecundangi negara di pengadilan dan memerdekaan kembali raja penjahat itu. Bangsat itu tertawa terkekeh-kekeh. Ia merayakan kemenangannya dengan pesta kembang api semalam suntuk, lalu meloncat ke mancanegara, tak mungkin dijamah lagi. Rakyat pun marah. Mereka terbakar dan mengalir bagai lava panas ke jalanan, menyerbu dengan yel-yel dan poster-poster raksasa. Gedung pengadilan diserbu dan dibakar. Hakimnya diburu-buru. Pengacara muda itu diculik, disiksa dan akhirnya baru dikembalikan sesudah jadi mayat. Tetapi itu pun belum cukup. Rakyat terus mengaum dan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah.

Pengacara tua itu terpagut di kursi rodanya. Sementara sekretaris jelitanya membacakan berita-berita keganasan yang merebak di seluruh wilayah negara dengan suaranya yang empuk, air mata menetes di pipi pengacara besar itu.

"Setelah kau datang sebagai seorang pengacara muda yang gemilang dan meminta aku berbicara sebagai profesional, anakku," rintihnya dengan amat sedih, "Aku terus membuka pintu dan mengharapkan kau datang lagi kepadaku sebagai seorang putra. Bukankah sudah aku ingatkan, aku rindu kepada putraku. Lupakah kamu bahwa kamu bukan saja seorang profesional, tetapi juga seorang putra dari ayahmu. Tak inginkah kau mendengar apa kata seorang ayah kepada putranya, kalau berhadapan dengan sebuah perkara, di mana seorang penjahat besar yang terbebaskan akan menyulut peradilan rakyat seperti bencana yang melanda negeri kita sekarang ini?" ***

Cirendeu 1-3-03

Malam-Malam Nina

Cerpen Lan Fang

Ini sudah hari ke empat Nina kelihatan murung. Kian hari wajahnya semakin mendung dengan mata nanar dan bisu. Kerjanya setiap hari bangun dengan masai lalu duduk termenung.

Sebetulnya itu bukan urusanku. Karena Nina bukan siapa-siapaku. Ia hanya menyewa sebuah kamar di rumahku. Ia tinggal bersamaku baru dua bulan ini. Tetapi entah kenapa aku langsung menyukainya.

Rumahku tidak terlalu besar. Juga tidak terlalu bagus. Sederhana saja. Rumahku berada di kampung yang dindingnya rapat dengan tembok rumah sebelah. Ada tiga kamar kosong. Tetapi aku tinggal sendirian. Karenanya aku menyewakan kamar-kamar kosong itu untuk menunjang hidupku di samping aku membuka sebuah warung kelontongan kecil di depan rumah.

Penghuni kamar pertama adalah Anita. Ia cantik dan selalu wangi karena ia bekerja sebagai seorang beauty advisor kosmetik terkenal di counter kosmetik sebuah plaza megah. Anita supel, periang dan pandai berdandan.

Kamar kedua dipakai oleh Tina. Ia juga cantik. Katanya ia bekerja di sebuah restaurant. Tetapi yang mengantarnya pulang selalu bukan laki-laki yang sama. Kepulan rokok mild juga tidak pernah lepas dari bibirnya yang seksi.

Tetapi aku bukan tipe pemilik kost yang rese’. Mereka kuberi kunci pintu supaya bila pulang larut malam tidak perlu mengetuk-ngetuk pintu dan membuatku terganggu. Aku tidak terlalu pusing dengan apa pun yang mereka kerjakan. Toh mereka selalu membayar uang kost tepat waktu. Bukan itu saja, menurutku, mereka cukup baik. Mereka hormat dan sopan kepadaku. Apa pun yang mereka lakoni, tidak bisa membuatku memberikan stempel bahwa mereka bukan perempuan baik-baik.

Nina datang dua bulan yang lalu dan menempati kamar ketiga. Kutaksir usianya belum mencapai tiga puluh tahun. Paling-paling hanya terpaut dua tiga tahun di bawahku. Ia tidak secantik Anita dan Tina, tetapi ia manis dan menarik dengan matanya yang selalu beriak dan senyumnya yang tulus. Ia rapi. Bukan saja kamarnya yang selalu tertata, tetapi kata-katanya pun halus dan terjaga. Ia membuatku teringat kepada seorang perempuan yang nyaris sempurna. Perempuan di masa lampau yang…ah…aku luka bila mengingatnya.

Oh ya, Nina juga tidak pernah keluar malam. Ia lebih banyak berada di rumah, bahkan ia tidak segan-segan membantuku menjaga warung. Kalaupun ia keluar rumah, ia akan keluar untuk tiga sampai empat hari setelah menerima telepon dari seseorang laki-laki. Laki-laki yang sama.

Bukan masalah kemurungannya saja yang aneh bagiku. Tetapi sudah dua minggu terakhir Nina tidak pernah keluar rumah. Bahkan tidak menerima atau menelepon sama sekali. Yang tampak olehku hanyalah kegelisahan yang menyobek pandangannya. Dan puncaknya adalah empat hari terakhir ini.

"Nina, ada apa? Beberapa hari ini kamu kelihatan murung…," aku tidak bisa mengerem lidahku untuk bertanya, ketika kami hanya berdua saja di rumah. Warung sudah tutup pukul sepuluh malam. Anita dan Tina belum pulang. Tetapi Nina kulihat masih termangu dengan mata kosong.

Ia menoleh dengan lesu setelah sepersekian menit diam seakan-akan tidak mendengarkan apa yang aku tanyakan. Kemurungan tampak menggunung di matanya yang selalu beriak. Tetapi ia cuma menggeleng.

"Apa yang sekiranya bisa Mbak bantu?" aku tidak peduli andai ia menganggapku rese’.

Lagi-lagi hanya gelengan. Ia masih duduk seperti arca membatu. Tapi mampu kubaca pikirannya gentayangan. Rohnya tidak berada di tubuhnya. Entah ke mana mengejewantah.

Nina memang tidak pernah bercerita tentang dirinya, tentang orang tuanya, asalnya, sekolahnya, perasaannya, atau tentang laki-laki yang kerap meneleponnya. Aku sendiri juga tidak pernah menanyakannya. Mungkin ada hal-hal yang tidak ingin dia bagi kepada orang lain. Maka biarlah ia menyimpannya sendiri. Bukankah aku juga seperti itu?

Sepi terasa lindap, seakan menancapkan kuku-kukunya mengoyak angin yang terluka. Hening itu benar-benar ada di antara aku dan Nina. Aku merasa tersayat. Karena sunyi seperti ini sudah kusimpan lima tahun lamanya. Kenapa sekarang mendadak hadir kembali?

Lalu aku bangkit dari dudukku, mengambil satu seri kartu sebesar kartu domino. Tetapi yang tergambar bukan bulatan-bulatan merah. Tetapi berbagai macam bentuk berwarna hitam. Aku menyimpannya sudah lama. Sejak mataku selalu berembun, lalu embun itu menitik di ujung hati. Sejak sepi yang tanpa warna mulai mengakrabi aku. Sejak itulah aku mulai berbagi resah dengan kartu-kartu ini. Mereka banyak memberiku tahu tentang apa saja yang aku ingin tahu.

Anita dan Tina sering melihatku bermain dengan kartu-kartuku di tengah malam ketika mereka pulang. Sejak melihatku bermain dengan kartu-kartu ini, mereka juga sering ikut bermain. Ada saja yang mereka ceritakan padaku melalui kartu-kartu ini. Jualan yang sepi, para langganan yang pelit memberikan tips sampai kepada pacar-pacar mereka yang datang dan pergi.

Aku menyulut sebatang dupa India. Aromanya semerbak langsung memenuhi ruangan. Aku suka. Setidaknya mengusir hampa yang sejak tadi mengambang di udara. Kukocok setumpuk kartu itu di tanganku. Kuletakkan di atas meja di depan Nina.

"Mari, temani Mbak bermain kartu. Ambillah satu…," ujarku.
Mata Nina memandangku. Bibirnya tetap rapat. Tetapi matanya mulai berembun. Dengan sebuah gerakan lamban tanpa semangat ia mengambil sebuah kartu. Lalu membukanya.

"Ah! Hatimu sedang kacau, sedih, kecewa, tidak menentu. Kau terluka," gumamku ketika melihat kartu yang dibukanya.

Seperti aku dulu…, aku melindas gelinjang rasa yang sudah lama kupendam.
Aku mulai membuka kartu-kartu berikutnya. "Kau sedang memikirkan seseorang,…ah bukan…kau merindukannya…penantian… jalan panjang…menunggu…kau menunggu seorang laki-laki?"
"Ya," suaranya gamang terdengar seperti datang dari dunia lain.

Kuteruskan membuka kartu-kartu itu. "Menunggu… halangan… perempuan…dia beristri?" kutanya ketika tampak olehku gambaran seorang perempuan di atas kartu itu.
"Ya," kali ini suaranya seperti cermin retak berderak. Ia luka sampai seperti sekarat.

Kurasakan derak-derak itu sampai menembus batinku. Kenapa seperti yang pernah kurasakan lima tahun lalu?
"Kamu mencintainya, Nina?"
"Amat sangat!" kali ini ia menjawab cepat.

Kuhela napas panjang. Kubiarkan kartu-kartu berserakan di antara aku dan Nina. Kulihat jantungnya seperti bulan tertusuk ilalang.

"Tetapi ia mengecewakanku, Mbak. Ia mengkhianati aku." Ia tidak mampu lagi menyembunyikan suara gemeretak hatinya yang bagaikan bunyi tembikar terbakar.

"Ia mengkhianati kamu? Bukannya ia yang mengkhianati istrinya? Bukankah ia sudah beristri?" aku bertanya, berpura-pura bodoh karena berusaha menyingkirkan masa lalu yang mulai menggigiti sanubariku. Perih itu masih terasa.

"Ya. Dia beristri. Tapi istrinya jahat sekali. Ia ingin meninggalkannya. Ia mencintaiku. Kami punya rencana masa depan," jawabnya naïf dan lugu.

Astaga! Seperti itukah diriku lima tahun silam? Aku benar-benar seperti melihat cermin diriku.

Kepulan asap dupa melemparku ke kepulan asap lain yang sama pekatnya lima tahun yang lalu. Aku berada di dalam kepulan-kepulan asap rokok tebal dari mulut para lelaki berduit yang kutemani duduk-duduk, minum, sampai ke kamar tidur. Para lelaki yang mabuk kepayang karena kecantikanku sebagai primadona di sebuah wisma di kompleks hiburan malam. Para lelaki kedinginan yang butuh kehangatan. Para lelaki kesepian yang butuh pelukan. Para lelaki yang tidak tahu lagi ke mana bisa menghamburkan uang mereka yang berlebihan.

"Istrinya jahat bagaimana? Namanya istri ya wajar saja dia tidak suka kalau suaminya berhubungan dengan perempuan lain," sahutku enteng atau tepatnya aku sudah terbiasa untuk "mengenteng-entengkan" jawaban yang ujung-ujungnya akan membuatku terluka. "Yang salah, ya suaminya. Sudah beristri kok masih bermain api. Tetapi namanya laki-laki ya begitu…," sambungku pelan.

Laki-laki memang begitu, desahku. Laki-laki memang suka bermain api. Laki-laki memang suka mendua. Seperti para lelaki yang datang dan pergi di atas ranjangku. Mereka terbakar hangus gairah memberangus, haus sampai dengus-dengus napas terakhir. Lalu mereka pergi setelah sumpalkan segepok uang di belahan dadaku.

"Tetapi Bayu tidak seperti itu!" sergah Nina cepat. "Bayu mencintaiku, Mbak! Ia tidak akan meninggalkanku."

Ya! Prihadi juga tidak seperti laki-laki lain. Ia juga mencintaiku. Prihadi tidak seperti laki-laki lain yang meniduriku dengan kasar. Ia bahkan sangat lemah lembut untuk ukuran "membeli" kehangatan dari seorang perempuan seperti aku. Karena Prihadi, maka aku tidak mau menerima tamu yang lain. Ia menginginkan aku hanya untuknya, maka ia membeli dan menebusku dari induk semangku. Lalu ia membawaku keluar dari wisma itu dan membelikan aku sebuah rumah kecil. Ia pahlawan bagiku. Ia tidak meninggalkanku. Bahkan memberikan benih kehidupan baru yang tumbuh di dalam tubuhku. Aku bahagia sekali. Tetapi kemudian aku memutuskan untuk meninggalkannya.

Kuputuskan untuk meninggalkan Prihadi ketika istrinya datang menemuiku dengan begitu anggun dan berwibawa. Berhadapan dengan perempuan yang begitu berkilau, tinggi, langsing dengan kulit kuning, ayu dengan wajah priyayi, tutur katanya lemah lembut, membuatku benar-benar merasa rendah dan tidak ada artinya. Ia sama sekali tidak menghardik atau mencaci-makiku. Ia sungguh nyaris sempurna untuk ukuran seorang perempuan, kecuali…belum bisa memberikan anak untuk Prihadi!
"Kamu Ningsih? Aku istri Prihadi. Namaku Indah."
Oh, ia sungguh-sungguh seindah namanya.

"Aku tahu hubunganmu dengan suamiku," ujarnya dengan menekankan benar-benar kata "suamiku" itu. "Dan aku tahu kamu pasti perempuan baik-baik," lagi-lagi ia memberikan tekanan dalam kepada kata-kata "perempuan baik-baik" yang jelas-jelas ditujukannya kepadaku. "Sebagai perempuan baik-baik, kamu seharusnya tidak menjalin hubungan dengan laki-laki yang sudah beristri…dengan alasan apa pun," kali ini ia menekankan setiap kata-katanya sehingga membakat wajahku terasa panas.

"Nina, sebagai perempuan baik-baik, seharusnya kamu tidak berhubungan dengan laki-laki yang sudah beristri…dengan alasan apa pun…," aku mengulangi kalimat yang kusimpan lima tahun yang lalu untuk Nina. Sebetulnya itu klise, bukan? Hanya sekadar untuk menutupi gundah gulanaku yang entah kenapa merayapi seluruh permukaan batinku.

"Tetapi, Mbak, Bayu mencintaiku…," Nina menjawab. Jawaban itu juga yang kuberikan lima tahun yang lalu kepada perempuan yang nyaris sempurna itu.

Tetapi ketika itu, ia justru memberikan senyum manisnya. Ia benar-benar tanpa ekspresi marah. "Laki-laki biasa seperti itu. Tetapi kamu kan perempuan baik-baik. Walaupun Prihadi menggoda, mengejar dan mencintaimu, tetapi bukankah sudah sepantasnya kamu menolaknya? Kamu kan tahu kalau dia sudah beristri?" lagi-lagi ia membuatku pias.
Aku berusaha mem-photocopy kata-kata usang itu untuk Nina.
"Tetapi aku juga mencintai Bayu," ia melenguh getir.

Kurasakan getir yang sama ketika aku memberikan jawaban itu pula kepada istri Prihadi. Bahkan waktu itu aku masih memberikan tambahan jawaban. "Aku mengandung anak Prihadi…." Kuharap dengan jawabanku itu ia tidak akan mengusik perasaanku dengan kata-katanya yang lemah lembut tetapi terasa menampar-nampar.

"Baiklah, aku mengerti kalau kamu mencintai Prihadi," ia tertawa pelan tetapi sungguh terasa kian menusuk-nusuk.
Astaga! Ia tertawa! Terbuat dari apakah perempuan ini?

"Kalau kau mencintai seseorang, maka kau akan melakukan apa saja yang akan membuatnya bahagia kan?" Ia pandai sekali bermain kalimat. Sebentar kalimat pernyataan, sebentar kalimat tanya. Tetapi tidak ada satu pun dari kalimatnya yang membakatku merasa nyaman.

Hei! Konyol benar! Sudah syukur-syukur ia tidak memaki-makimu…, cetus batinku.
"Ya, aku akan melakukan apa saja untuk membuat Prihadi berbahagia."

"Nah, kau tahu kalau Prihadi adalah tokoh masyarakat yang cukup terkenal dan disegani di kota ini, kan? Ia memiliki kedudukan, kekayaan, karisma, dan nama baik. Apakah bisa kau bayangkan bagaimana reputasi Prihadi kalau sampai terbongkar mempunyai hubungan dengan perempuan lain…dan bahkan mempunyai anak di luar nikah?"

Oh…ia mempunyai tata bahasa yang sempurna! Ia sama sekali tidak menggunakan kata-kata kasar. Ia memakai istilah "mempunyai hubungan dengan perempuan lain", ia tidak mengatakan "mempunyai simpanan bekas pelacur", ia mengatakan "anak di luar nikah", ia tidak mengucapkan "anak haram". Apakah itu berarti ia menghargaiku? Tetapi kenapa aku justru tidak merasa dihargai? Aku justru merasa dipermalukan. Ataukah memang pantas aku dipermalukan?
"Bagaimana? Apakah situasi itu akan baik untuk Prihadi?"
"Tidak," aku tidak mempunyai pilihan lain kecuali kata-kata itu.

Ia tertawa pelan tetapi kali ini benar-benar seperti tawa seorang algojo yang berhasil memengal kepala seorang tawanan yang sama sekali tidak melawan.

"Lalu bagaimana caramu untuk membuat Prihadi bahagia? Kamu tidak mau merusak semua yang sudah dimiliki Prihadi, kan?" Ia benar-benar algojo yang sempurna. Ia memenggal kepalaku tanpa rasa sakit sedikit pun.

Tinggal aku yang menggelepar, terkapar, tanpa pernah merasa sekarat meregang nyawa.

"Kalau kamu mencintai Prihadi, tinggalkan dia, gugurkan kandunganmu. Kamu pergi jauh dan memulai kehidupan baru. Aku akan membantumu. Kamu cantik sekali, Ningsih. Aku yakin, tidak akan sulit bagimu untuk mencari laki-laki baik yang belum beristri," ia menutup eksekusinya dengan kata-kata pelan tetapi penuh tekanan. "Jelas? Kuharap kamu cukup pandai untuk bisa mengerti semuanya," tandasnya.

Lalu tidak banyak yang bisa kubantah ketika ia "membantuku" menyelesaikan semuanya. Ia melakukan transaksi jual beli atas rumah yang kutempati. Ia menggantinya dengan sejumlah uang yang lebih dari cukup. Ia mengantarku ke dokter dan membayar semua ongkos "mengeluarkan" calon kehidupan yang bersemayam di tubuhku. Ia membelikan aku tiket pesawat. Ia mengantarku sampai ke bandara. Ia memeluk dan mencium pipiku, lalu berbisik, "Selamat menempuh hidup baru, Ningsih. Tolong, jangan ganggu kehidupan Prihadi. Terima kasih atas pengertianmu. Kamu memang perempuan yang baik…"
Oh! Ia benar-benar perempuan yang sempurna!

Sampai pesawatku tinggal landas, aku tidak bisa menitikkan air mata sama sekali. Apa yang perlu kutangisi? Perempuan itu tidak memaki atau menghinaku. Bahkan ia "membantuku" dan memberiku banyak uang untuk memulai kehidupan baru di kota yang jauh dari mereka. Terasa jutaan sembilu menikam-nikam. Hatiku terasa sakit tetapi mataku hanya bisa mengembun.

Sejak itu, aku berteman dengan kartu-kartu ini. Kartu-kartu ini pemberian induk semangku. Aku belajar dari dia membaca kartu-kartu ini. Dahulu, dari kartu-kartu ini, aku tahu apakah aku akan mendapat banyak tamu atau tidak? Apakah Prihadi akan datang atau tidak.
Ah, kutepis nama itu cepat-cepat.

Aku melanjutkan jalannya kartu-kartu yang masih berserakan di atas meja. Aku tidak mau mengingat masa lalu yang sudah sekian lama kukubur. Aku tidak mau menoleh ke belakang karena sangat menyakitkan. Toh, dengan uang yang kubawa, aku bisa membangun kehidupan baru, membeli rumah ini, membuka warung kecil, menerima kos-kosan, bertemu Nina…

"Halangan…rintangan…rindu…ah…ia tidak mempunyai uang!" Aku berusaha mengalihkan rasa lukaku dengan membaca kartu-kartu Nina. Lagi-lagi ramalan itu yang kubaca dari kartu-kartu yang bertebaran. "Bingung…perempuan…halangan…Ia merindukanmu juga. Tetapi ia bingung bagaimana harus menghadapi istrinya," cetusku.

Nina tertawa sumbang. "Bayu memang tidak punya uang. Istrinya yang kaya. Istrinya yang memegang kendali perusahaan. Istrinya sudah mengetahui hubungan kami. Dia lalu mengusirnya keluar dari perusahaan. Sekarang ia menghindar dariku, Mbak! Ia lebih mencintai kekayaan istrinya daripada perasaanku!"

"Bayu mengecewakanku, Mbak," sentaknya. Kali ini embun-embun di matanya berguguran menjadi rintik hujan. Mengalir deras menganak di lekuk-lekuk pipinya. "Bayu menipu hatiku, Mbak! Ia takut tidak bisa hidup kaya bila pergi bersamaku. Aku benci padanya!" Hujan itu sudah menjadi badai. Riuh rendah bergemuruh seakan puting beliung yang akan merubuhkan apa saja. Lara berkubang seperti seonggok daun-daun gugur di matanya yang tersayat.
"Apa yang kau inginkan darinya?"
"Aku ingin dia sakit…sesakit yang kurasakan!"

Aku tercenung. Sesakit itu pula yang pernah kurasakan. Betapa rasa benci itu melebihi rasa sakit. Aku juga benci setengah mati kepada Prihadi. Kenapa ia tidak mencariku kalau ia mencintaiku? Kenapa sejak istrinya yang begitu sempurna itu menemuiku, ia juga tidak pernah muncul? Lalu ketika istrinya "membantuku" untuk menyelesaikan semuanya, ia juga tidak ada kabar berita? Padahal sudah kucari seakan sampai ke ujung dunia. Apakah itu sudah merupakan kesepakatan mereka berdua?

Akhirnya, aku merasa pencarianku sia-sia. Ia kucari sampai ke ujung mimpi. Kubatin, kupanggil, kunanti, dengan seluruh pengharapan dan kerinduan. Tetapi ruang hampa yang kudapati. Sehingga, kuputuskan untuk bersahabat saja dengan rasa benci dan rasa sakit. Mungkin akan menjadi lebih ramah dan menyenangkan. Ternyata benar. Membenci lebih mudah daripada memaafkan. Sakit lebih nikmat daripada pengharapan. Jadilah rasa benci dan sakit yang kusimpan untuk Prihadi.

Malam demi malam, kusumpahi kandungan perempuan yang nyaris sempurna itu. Aku tidak rela menggenapi kesempurnaannya sebagai seorang perempuan dengan seorang anak, sementara ia menyuruh dokter untuk menyendok dengan mudah sebiji kacang hijau kecil di dalam rahimku. Biarkan ia juga menikmati sepi yang sama seperti sepi yang dibelikannya untukku.

Sejak malam itu, malam-malam Nina juga menjadi sibuk. Nina menjadi sangat menyukai malam seperti aku. Setiap malam, ia mengirimkan rasa sakit yang dirasakannya kepada Bayu. ***

Simpang Ajal

Cerpen Satmoko Budi Santoso

SELESAI sudah tugas Montenero. Karenanya, kini ia tinggal bunuh diri. Bunuh diri! Itu saja. Betapa tidak! Ia telah membunuh tiga orang itu sekaligus. Ya, tiga orang. Santa, orang yang dengan serta-merta memenggal kepala bapaknya ketika bapaknya menolak menandatangani selembar kertas yang berisi surat perjanjian untuk terikat dengan sebuah partai. Lantas Denta, yang ketika pembunuhan itu terjadi berusaha membungkam mulut bapaknya agar tidak berteriak, serta Martineau yang mengikatkan tali pada tubuh bapaknya agar bapaknya tak bergerak sedikit pun menjelang kematiannya. Karena itu, sekarang, Montenero sendiri tinggal bunuh diri!

"Selamat malam, Montenero. Sebaiknya kamu kubur dulu ketiga mayat itu baik-baik! Setelah itu, terserah!" ucap batin Montenero, meronta.

"Ya, kubur dulu! Lantas, selamat tinggal!" sisi kedirian batin Montenero yang lain menimpali.

Sesungguhnya Montenero memang tidak perlu menjumput beragam kebijaksanaan untuk sesegera mungkin mengubur mayat-mayat itu. Toh memang, tugas pembantaiannya telah usai. Dan dengan sendirinya, dendam yang bersemayam di dalam dirinya lunas terbalaskan.

"Tetapi, semestinya engkau mempunyai cukup rasa kemanusiaan untuk tidak membiarkan mayat-mayat itu menggeletak begitu saja karena kau bunuh! Kasihan tubuh mereka menggeletak! Semestinya jika dengan cepat mereka menjadi makanan belatung-belatung menggiriskan di dalam tanah. Bukan menjadi makanan empuk bagi lalat-lalat hijau!" Belati, yang telah menikam dada Santa, Denta, dan Martineau masing-masing sebanyak enam kali, yang sepertinya sangat tahu berontak batin Montenero, ikut angkat bicara.

Montenero menghela napas. Menggeliat.
"Ah, benar. Sudah semestinya. Sekarang, engkau harus bisa membebaskan pikiranmu dari angan-angan tentang balas dendam. Ingat, ketiga mayat itu telah menjadi seonggok daging yang tak berarti. Harus dikubur! Engkau harus mengubah pola pikir yang begitu konyol itu, Montenero," cecar sebilah Pedang, yang rencananya ia gunakan juga untuk membunuh, tetapi Santa, Denta, dan Martineau ternyata cukup memilih mati cuma dengan sebilah Belati.

"Oh ya. Ya. Aku ingat lagi sekarang. Engkau harus mempersiapkan banyak keberanian agar kau menjadi tidak gagu dalam bersikap. Jangan seperti ketika kau akan membunuh! Kau hunjamkan diriku ke dada ketiga mayat itu dengan gemetar. Sekarang, untuk menguburkan ketiga mayat itu, tak perlu ada denyut ragu yang berujung gemetaran badan, desah napas memburu, suara terengah-engah, dan keringat dingin yang keluar berleleran. Semua itu harus diubah. Dengan segera!"

Montenero melirik jam tangan. Kurang tiga puluhan menit kokok ayam bakalan meletup kejut. Ia menghapus keringat dingin yang perlahan-lahan tapi pasti mulai membanjiri muka dan tangannya.

"Cepat lakukan! Keberanian telah datang dengan sendirinya. Lakukan!"
Angin pagi mendesir. Jam tangan terus berdetak. Montenero pucat. Lunglai. Apa yang dikatakan oleh Belati dan Pedang itu ada benarnya. Tak ada kebijaksanaan lain menjelang pagi hari itu kecuali penguburan. Tentu saja, penguburan dengan segala kelayakannya. Ada dupa, bunga, kain pembungkus mayat, dan pastilah keberanian. Untuk yang terakhir, soal keberanian itu memang sudah sedikit dimiliki Montenero. Tetapi, untuk dupa, bunga, dan juga sesobek kain pembungkus mayat? Atau, pikiran tentang sesobek kain pembungkus mayat sungguh tak diperlukan lagi?

"Ah, begitu banyak pertimbangan kau! Ambillah cangkul! Gali tanah yang cukup untuk mengubur ketiga mayat itu sekaligus. Cepat! Tunggu apa lagi, ha?! Ayo, berikan kelayakan kematian kepada Santa, Denta, dan Martineau. Setidaknya, agar ruh mereka bisa sedikit tertawa di alam baka sana. Cepat Montenero! Waktu tinggal sebentar! Masih ada tugas-tugas lain yang harus kau panggul untuk mencipta sejarah. Sejarah, Montenero! Jangan main-main! Cepat! Ayo, dong. Cepat!!!"

Montenero diam. Terpaku. Ia sebenarnya memang tidak perlu mempertimbangkan apa-apa lagi kecuali segera mengubur ketiga mayat itu serapi mungkin, agar paginya tidak sia-sia karena dikorek-korek anjing. Lantas, selesai! Sejarah baru tergores. Bapaknya yang mati sangat mengenaskan dengan kepala terpenggal dari tubuhnya, terbalas sudah. Meskipun kematian Santa, Denta, dan Martineau tidak sempurna seperti kematian bapaknya, tetapi setidaknya mati. Itu saja. Karena hanya sisa keberanian itulah yang dimilikinya. Kebetulan memang juga mati, bukan? Tuntaslah cerita ibunya yang selalu membekas dalam ingatan dan membuatnya selalu berpikir dan bersikap semirip orang sableng.

Montenero memutuskan mengambil cangkul. Belati dan Pedang tertawa. Membuat Montenero kembali gundah, berada dalam sangkar kebingungan. Keringat berleleran lagi dari sekujur tubuhnya. Tangannya kembali gemetar. Dengan berteriak sekeras mungkin, Montenero membanting cangkul yang sudah tergenggam kencang di tangannya. Berarti keberaniannya sedikit hilang, bukan? Bahkan barangkali hilang sama sekali? Belati dan Pedang kebingungan. Keduanya pucat pasi. Motivasi apa yang mesti disuntikkan untuk membangkitkan kesadaran keberanian Montenero menjelang matahari terbit?

"Aku tak mampu lagi melakukan apa-apa. Aku telah menuntaskan tugasku. Aku telah mencipta…. Uh…. Semestinya kau tak menghimpitku dengan hal-hal kecil yang justru akan menjebakku pada rasa bersalah semacam ini!" dengan suara penuh gemetar, seolah dicekam oleh ketakutan entah apa, Montenero angkat bicara.

"O…. Kau menganggapnya hal kecil, Montenero? Harusnya aku tadi menolak untuk kau gunakan membunuh jika kau menganggap penguburan adalah sebagai hal yang kecil, remeh. O…. aku bisa saja mogok untuk membunuh bila akhirnya kau malah bimbang sikap semacam ini! Kau tahu, Montenero. Aku bisa balik mengubah keberanianmu untuk membunuh. Aku bisa tiba-tiba saja menikam dadamu sendiri di depan Santa, Denta, dan Martineau. Bangsat! Anjing, kau!!!"

Montenero terpaku. Suasana di sekitar tempat pembantaian itu merayap senyap. Montenero berulang-kali blingsatan. Montenero terus-menerus mengusap keringat yang berleleran membasahi sekujur wajah. Dan detik terus saja berdetak. Sesekali ia garuk-garuk kepala sembari berjalan mondar-mandir. Belati dan Pedang cuma memandangi saja. Bisa jadi, Belati dan Pedang memang sudah kehabisan kata-kata untuk memotivasi Montenero. Sesekali dilihatnya mayat Santa yang terbujur kaku, Denta yang terkapar melingkar bagai ular, dan Martineau yang jika diperhatikan secara jeli ternyata malah tersenyum di puncak kenyerian kematiannya.

"Bagaimana, Montenero? Bagaimana? Aku masih sanggup membikin keberanian buatmu. Belum terlambat, dan tak akan pernah terlambat. Aku masih bersabar bersama Pedang."

"Bagaimana?" Montenero mengusik tanya kepada dirinya sendiri.
"Terserah!"
"Bagaimana, Belati?"
"Terserah! Bagaimana dengan kamu, Montenero? Masih sanggup kau mendengar kata-kataku? Ok. Engkau masih bisa bekerja dengan cepat menanam ketiga mayat itu baik-baik. Ambillah cangkul itu. Keduklah tanah segera. Kuburkan mereka senyaman mungkin. Ah, bulan yang sebentar lagi bakalan angslup itu juga pasti merestui dan memandangimu dengan rasa puas. Barangkali, ia bakalan memberi ucapan selamat kepadamu. Kenapa engkau mesti terjebak pada rasa ragu? Ayo, aku senantiasa berada di belakangmu!"

Aih, ayam telah berkokok bersahutan. Meskipun ayam baru berkokok, keadaan di sekitar tempat pembantaian itu sudah cerah. Udara meruapkan kesegaran. Montenero terlambat. Ia belumlah membuat perhitungan-perhitungan untuk bergegas menyuruh Belati agar mau menikamkan diri ke dada Montenero yang kini telah disesaki gebalau bingung, ketololan, amarah, dan entah apa lagi, juga entah ditujukan buat siapa lagi. Montenero betul-betul lunglai, lenyap keberanian, tercipta goresan sejarah yang entah baru entah tidak. **

http://syangar.bodo.blogspot.co.cc