Manusia Paling Celaka adalah Pembunuhmu Wahai Ali! Bag. 1

Wafatnya khalifah Utsman bin Affan radhiallahu anhu bukanlah akhir dari musibah yang menimpa umat. Rantai fitnah terus berlangsung menimpa umat sebagai ujian dari Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda:

“Jika pedang telah dijatuhkan atas muslimin, pedang itu tidak akan diangkat hingga hari kiamat” (HR Abu Dawud no. 4252 dan Ibnu Majah no. 3952 dan dishahihkan Almuhadits Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no. 1773)


Berita ini terjadi seperti apa yang Rasul kabarkan. Ketika khalifah Ar Rasyid, amirul mukminin Utsman bin Affan radhiallahu anhu terbunuh, sejak saat itulah peperangan terus berlangsung di tengah kaum muslimin dan akan berlanjut hingga hari kiamat. La haula quwwata illa billah (I’anatul Mustafid 1/337 karya Asy Syaikh Shalih bin Fauzan)
Diterosaken Nggeh






Setelah wafatnya Utsman radhiallahu anhu, menjadi besarlah dua firqah sempalan yang saling bertolak belakang, Khawarij dan Rafidhah. Rafidhah melampaui batas dalam mengagungkan Ali radhiallahu anhu dan ahlul bait hingga mengatakan bahwa Ali adalah pencipta dan sesembahan. Sementara khawarij, mereka mengkafirkan khalifah, hingga darah beliau pun mereka halalkan.

Khawarij yang dulunya bermula dari pemikiran Dzul Khuwaishirah At Tirmidzi (kisah ini shahih dari seluruh jalannya, diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim dalam shahihain no. 4351 dan no. 1064) [1], kini muncul sebagai sebuah firqah sesat yang memiliki akar dan kekuatan.

Sekilas biografi dan Keutamaan Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu

Beliau adalah Ali bin Abi Thalib bin ‘Abdil Muththalib bin Hasyim Al Qurasyi radhiallahu anhu, putra paman Rasulullah shalallahu alaihi wasalam. Sahabat yang termasuk sepuluh orang yang dijamin masuk jannah [2] ini lahir sebelum kerasulan, tercatat sebagai sahabat pertama yang masuk Islam di masa kecilnya.

Tersohor sebagai sosok pemberani, hingga Rasulullah shalallahu alaihi wasalam menugaskannya tidur di rumah beliau saat hijrah ke Madinah, di tengah kepungan pemuda-pemuda Quraisy yang siap dengan pedang-pedang tajam yang terhunus.

Ramadhan, tahun 2 hijriyah, beliau membawa panji perang Badr (sebagaimana dikisahkan dalam Al Mustadrak 3/111. Al Hakim berkata : “Hadits ini shahih sesuai syarat Syaikhain (Bukhari Muslim)” dan disepakati oleh Imam Adz Dzahabi dalam At Talkhish), peperangan dahsyat yang telah mengukir kejayaan Islam. Janji Allah subhanahu wata ala pun diraihnya bersama seluruh Ahlu Badr:


“Berbuatlah sekehendak kalian, sungguh telah pasti atas kalian Al Jannah” (HR Bukhari dalam Al Adabul Mufrad no. 438, keshahihannya disepakati Almuhadits Al Albani rahimahullah)

Tahun 7 hijriyah, Rasulullah shalallahu alaihi wasalam kembali member kepercayaan kepadanya memegang bendera perang Khaibar. Dalam perang itu, Ali radhiallahu anhu mendapat jaminan bahwa Allah subhanahu wata ala dan Rasul-Nya telah mencintainya. Malam hari sebelum perang, Rasul shalallahu alaihi wasalam bersabda:

“Sungguh esok hari akan aku berikan bendera perang kepada seorang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya serta Allah dan Rasul-Nya mencintainya, melalui tangannya Allah bukakan kemenangan” (Muttafaqun ‘alaihi dari Sahl bin Sa’d radhiallahu anhu)

Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu adalah sosok yang mahsyur dalam kefasihan dan ketajaman bicara, hingga Rasulullah shalallahu alaihi wasalam memercayainya untuk menyampaikan ayat-ayat dari awal surat Al Bara’ah (At Taubah) kepda orang-orang kafir Quraisy di musim haji tahun 9 H (sebagaimana dikisahkan Al Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullahu dalam Al Musnad 1/56 dan 2/32, kisah ini dishahihkan oleh Asy Syaikh Ahmad Syakir rahimahulllahu)

Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu menyertai Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dalam semua peperangan, kecuali perang tabuk. Beliau tidak mengikutinya karena Rasulullah shalallahu alaihi wasalam memberi kepercayaan mengganti posisi Rasulullah shalallahu alaihi wasalam di Madinah, satu amanah yang besar tentunya. Sempat beliau bersedih karena tidak bisa menyertai Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dalam perang tersebut. Namun sekali lagi justru Rasulullah memberikan berita yang menyejukkan, sabda yang menunjukkan keutamaan beliau. Rasul shalallahu alaihi wasalam berkata:

“Engkau denganku seperti kedudukan Harun dari Musa, hanya saja tidak ada nabi sesudahku” (HR Muslim dalam Fadhail Ash Shahabah no. 2404)

Cukuplah sebagian berita di atas sebagai hujjah yang menggambarkan keutamaan beliau di sisi Allah.

Profil Pembunuh Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu

Abul Faraj Ibnul Jauzi rahimahullah meriwayatkan kisah khawarij dalam kitab Talbis Iblis dengan sanadnya hingga Abdullah bin Abbas bin Abdul Muththalib radhiallahu anhu: Ibnu Abbas radhiallahu anhu telah selesai membantah syubhat Khawarij di pinggiran kota Harury dan kembali kepada amirul mukminin Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu bersama 2000 orang khawarij yang mau kembali kepadanya. Sedangkan mereka yang tidak mau kembali pada para sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wasalam tetap dalam kebinasaan.

Hingga terjadilah pertempuran Nahrawan. Fitnah pun berlanjut dan terjadilah pembunuhan Khalifah Ar Rasyid Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu. Siapa sangka bahwa sahabat semulia beliau dan orang yang sangat dekat hubungan darahnya dengan Rasulullah shalallahu alaihi wasalam akan dibunuh oleh seorang yang zhahirnya ahli ibadah?

Abdurrahman bin Muljam Al Muradi, bukan orang jalanan yang terkenal dengan peminum khamr, pezina, atau seorang fasiq. Bukan! Justru orang akan heran ketika mendengar bahwa Ibnu Muljam adalah seorang ahli ibadah, ahli shalat, shaum, dan penghapal Al Quran. Akan tetapi, kecerdasan dan semangat ibadahnya tidak disertai dengan kesucian jiwa. Dia tenggelam dalam fitnah khawarij.

Khawarij memiliki sekian sifat sebagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wasalam sabdakan (lihat catatan kaki), yang seluruhnya ada pada diri Ibnu Muljam. Di antaranya, mereka adalah kaum yang banyak membaca Al Quran tapi tidak memahami apa yang dia baca. Bahkan memahaminya dengan pemahaman menyimpang dari kebenaran, bacaannya hanya sekedar melewati tenggorokan. Di antara sifat Khawarij, mereka biarkan para penyembah berhala dan mengkafirkan serta memerangi ahlul Islam. Cukuplah sebagai bukti hal ini, mereka memerangi para sahabat generasi terbaik umat ini.

Bersambung ke ..........Manusia Paling Celaka adalah Pembunuhmu Wahai Ali! Bag. 2
--------------------------
[1] Abu Sa'id berkata: Ali pernah mengirim dari Yaman kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sepotong emas dalam kantung kulit yang telah disamak dan emas itu belum dibersihkan dari kotorannya. Maka Nabi membagikannya kepada empat orang: Zaid Al Kahil, Al Aqra' bin Habis, 'Uyainah bin Hishn, dan Alqamah Watshah atau 'Amir bin Ath Thufail. Maka sebagian para shahabatnya, kaum Anshar, serta selain mereka merasa kurang senang. Maka Nabi berkata: "Apakah kalian tidak percaya kepadaku padahal wahyu turun kepadaku dari langit di waktu pagi dan sore?!"

Kemudian datanglah seorang laki-laki yang cekung kedua matanya, menonjol bagian atas kedua pipinya, menonjol dahinya, lebat jenggotnya, tergulung sarungnya, dan botak kepalanya. Orang itu berkata: "Takutlah kepada Allah, wahai Rasulullah!" Maka Nabi mengangkat kepalanya dan melihat orang itu kemudian berkata: "Celaka engkau, bukankah aku manusia yang paling takut kepada Allah?" Kemudian orang itu pergi. Maka Khalid berkata: "Wahai Rasulullah, bolehkah aku penggal lehernya?" Nabi berkata: "Mungkin dia masih shalat." Khalid berkata: "Berapa banyak orang yang shalat dan berucap dengan lisannya (syahadat) ternyata bertentangan dengan isi hatinya?" Nabi berkata: "Aku tidak disuruh untuk meneliti isi hati manusia dan membelah dada mereka." Kemudian Nabi melihat kepada orang itu dalam keadaan berdiri karena takut sambil berkata:

"Sesungguhnya akan keluar dari orang ini satu kaum yang membaca Al Qur'an yang tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka lepas dari agama seperti lepasnya anak panah dari buruannya." (HR. Bukhari nomor 4351 dan Muslim nomor 1064). Dalam riwayat lain bahwa orang ini berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Berbuat adillah!" Maka Nabi berkata: "Celaka engkau, siapa lagi yang dapat berbuat adil kalau aku tidak adil?!" (HR. Bukhari nomor 3610 dan Muslim nomor 1064)

[2] Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad 1/187, 188, 189 dan dalam Fadhail As Shahabah; Abu Dawud 4649; At Tirmidzi 3757, Ibnu Majah 133, Al Hakim 3/136, 317; dari beberapa jalan dari hadits Said bin Zaid radhiallahu anhu, lihat Syarh As Sunnah (3925) Imam Al Baghawi)
http://al-jasary.blogspot.com/2010/12/manusia-paling-celaka-adalah-pembunuhmu.html

Manusia Paling Celaka adalah Pembunuhmu Wahai Ali! Bag. 2

Rencana Pembunuhan Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu

Gambaran kerusakan fikrah (pemikiran) khawarij tampak dalam pertempuran Nahrawan (39 H). Peperangan besar antara Amirul Mukminin dan firqah Khawarij tersebut menyisakan api fitnah dan bara kebencian di dada-dada Khawarij.

Dalam perang ini, Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu menumpas habis sebagian besar khawarij. Apa yang beliau lakukan sesuai dengan perintah Rasulullah shalallahu alaihi wasalam semasa hidup beliau. Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu berkata di hari Nahrawan:


“Aku diperintah (Rasulullah) untuk memerangi Al Mariqin (orang-orang yang keluar), dan mereka (khawarij) adalah Al Mariqin” (Shahih lighairihi , lihat Fi Zhilalil Jannah hadits no. 907, dari Alqamah radhiallahu anhu)

Sisa-sisa khawarij dalam Perang Nahrawan lari dengan membawa kebencian kepada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu, hingga kemudian mereka melakukan pertemuan rahasia merancang pembunuhan terhadap Ali radhiallahu anhu.

Demikianlah sunatullah atas hamba-hamba-Nya yang beriman. Allah subhanahu wata ala menetapkan cobaan sesuai kadar keimanan mereka. Allah azza wa jala telah catat wafatnya Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu dengan musibah yang mengangkat beliau kepada derajat tinggi dan mulia di sisi-Nya.


Kabar Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dan Rencana Pembunuhan

Jauh-jauh hari, Rasulullah shalallahu alaihi wasalam telah mengabarkan kepada Ali radhiallahu anhu tentang musibah yang akan menimpanya. Beliau bersabda:

“Orang yang paling binasa dari umat terdahulu adalah penyembelih unta (dari kaum Nabi Shalih). Dan manusia paling celaka dari umat ini adalah orang yang membunuhmu, wahai Ali” seraya Rasulullah menunjuk letak anggota tubuh dimana Ali ditikam

Hadits ini diriwayatkan Ibnu Sa’ad dalam Ath Thabaqatul Kubra (3/35) dengan sanad mursal (terputus sanadnya antara tabi’in dan Rasulullah shalallahu alaihi wasalam), akan tetapi memiliki syawahid (penguat) dari hadits lain (lihat pembahasannya hadits ini dalam Ash Shahihah 3/78 no. 1088)

Hadits diatas adalah kabar akan wafatnya Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu dalam keadaan syahid, sekaligus hukum kesesatan bagi mereka yang membunuh beliau.

Jika Kesesatan telah Masuk ke Relung Hati

Kesesatan telah melingkupi hati-hati Khawarij hingga timbangan kebenaran pun terbalik. Menilai manusia paling mulia di muka bumi saat itu sebagai orang yang pantas ditumpahkan darahnya.

Abdurrahman bin Muljam Al Muradi, Al Burak bin Abdillah At Tamimi, dan Amr bin Bukair At Tamimi, mereka -tiga orang khawarij- berkumpul di Makkah membuat kesepakatan bersama dan bertekad bulat untuk membunuh tiga sahabat mulia -yang mereka anggap telah kafir karena tidak berhukum dengan hukum Allah-, Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abi Sufyan, dan Amr bin Al Ash Rahimahumullahu.

Demikianlah ketika hati telah mengeras dan hidayah telah jauh dari seseorang. Tidakkah mereka renungkan kemuliaan sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wasalam? Tidak sadarkah mereka bahwa Rasulullah telah menjamin jannah bagi Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu? Apakah Allah subhanahu wata ala tidak tahu?

Katakanlah: “Apakah kamu yang lebih mengetahui ataukah Allah?” (Al Baqarah: 140)

Makar busuk itu mereka mulai. Segala jalan mereka tempuh untuk menyudahi orang-orang mulia yang telah Allah ridhai dan cintai. Dalam pertemuan rahasia tersebut, Abdurrahman bin Muljam berkata: “Serahkan pembunuhan Ali kepadaku”. Al Burak berkata: “Serahkan Muawiyah kepadaku”. Lalu Amr bin Bukair berkta: “Aku akan bunuh Amr ibnul Ash untuk kalian”

Demikianlah pembicaraan mereka di Makkah, kota Al Haram. Kekejian telah mereka sepakati, tekad bulat telah mereka sepakati, dan semua berjanji untuk tidak saling berkhianat dalam menuju sahabat-sahabat yang akan dibunuh hingga berhasil membunuhnya, atau harus terbunuh dalam menunaikan makar ini.

Allahul musta’an. Pembunuhan berencana itu apakah mereka anggap sebagai dosa? Ternyata tidak. Justru pembunuhan itu mereka yakini sebagai ibadah, jihad, dan taqqarub kepada Allah azza wa jala. Subhanallah! Kemana akal mereka? Dimana hati mereka? Tidakkah mereka membaca ayat-ayat Al Quran yang telah mereka hafal dalam dada mereka tentang keutamaan sahabat? Tidakkah mereka cermati sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dan wasiat beliau?

Namun hati telah terkunci, akal telah diliputi kesesatan. Pergilah mereka bertiga melangkahkan kaki menuju negeri kediaman tiga sahabat tersebut untuk sebuah tekad, pembunuhan orang-orang terbaik di muka bumi!

Kita tinggalkan kisah Al Burak dan Amr bin Bukair. Kita ikuti perjalanan Ibnu Muljam Al Muradi. Ibnu Muljam menginjakkan kakinya di Kufah. Dia menampakkan kebaikan dan ibadah serta menyembunyikan rencana jahatnya untuk membunuh Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu.

Dengan sembunyi-sembunyi, dia temui kawan-kawan Khawarijnya. Dalam waktu yang cukup lama di Kufah dia matangkan rencana, dia siapkan pedang, dia rendam dalam racun, untuk menegakkan jihad membunuh Amirul Mukminin. Demikian setan membisikkan kesesatan di relung hatinya.

Detik-Detik Wafatnya Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu

Malam jumat, 17 ramadhan adalah waktu yang direncanakan Ibnu Muljam untuk membunuh Ali radhiallahu anhu. Keluarlah orang yang paling celaka ini untuk mewujudkan kebinasaannya.

Di tengah keheningan akhir malam, dia dapati Amirul Mukminin berjalan. Dengan penuh ketawadhu’an kepada Allah subhanahu wata ala dan penuh kecintaan pada Rabbul alamin, Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu keluar menuju shalat shubuh, untuk berdiri di hadapan Allah. Wajah bersinar dan hati yang hidup tampak dari sosok mulia menantu Rasulullah shalallahu alaihi wasalam. Beliau berjalan menuju saat-saat yang telah Allah tetapkan.

Dengan tiba-tiba Ibnu Muljam menebaskan pedangnya dengan penuh kekuatan kea rah Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu, tepat mengenai kening yang diisyaratkan Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dengan telunjuk beliau yang mulia. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un!

Pedang beracun tepat mengenai kening Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu dan menancap. Bukan sekedar goresan, namun luka yang demikian dalam hingga mencapai ubun-ubunnya. Kening yang senantiasa bersujud kepada Allah, kening yang dipandang Rasulullah dengan penuh cinta dan kasih sayang, kening yang penuh dengan debu jihad bersama Rasul, kening yang telah dijamin selamat dari api neraka, kini disambar pedang Ibnu Muljam.

Darah pun muncrat.. bersimbah.. Awan kelabu meliputi Kufah, menorrehkan kesedihan dalam catatan sejarah. Allah aza wa jalla tetapkan syahadah bagi beliau dan Allah tetapkan kecelakaan bagi Ibnu Muljam Al Khariji, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasalam,

“Dan manusia paling celaka adalah pembunuhmu, wahai Ali!”

Ketika pedang tertancap di ubun-ubun khalifah amirul mukminin, beliau berseru: “Jangan biarkan orang ini lepas!” Orang-orang yang mendengar seruan Ali bergegas menangkap Ibnu Muljam. Saat itu datanglah Ummu Kultsum, putri Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu.

Ummu Kultsum berkata: “Wahai musuh Allah, engkau telah membunuh Amirul Mukminin!”

Ibnu Muljam berkata: “Dia hanya bapakmu.” (bukan sekedar amirul mukminin)

Kata Ummu Kultsum: “Demi Allah, aku benar-benar berharap semoga amirul mukminin tidak apa-apa.” Tetes-tetes air mata cinta dan kesedihan pun mengalir membasahi pipi Ummu Kultsum.

Ibnu Muljam berkata: “Kenapa kau mengangis? Demi Allah aku telah rendam pedangku ini dalam racun selama sebulan, sungguh tidak mungkin dia akan hidup setelah aku mati, aku pasti berhasil membunuhnya.”

Malam ahad, sebelas hari tersisa dari bulan Ramadhan tahun 40 H, wafatlah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu. Beliau dimandikan kedua putranya, Al Hasan dan Al Husain, dua cucu Rasulullah serta Abdullah bin Ja’far (keponakannya), dan dikafani dengan tiga lembar kain tanpa gamis, sebagaimana Rasulullah dikafani (Ath Thabaqatul Kubra 3/33, dinukil Ibnul Jauzi dalam Tablis Iblis)

Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu dibunuh dalam keadaan menuju shalat subuh dan mengajak manusia untuk shalat. Meninggal setelah 4 tahun 8 bulan 22 hari masa kekhalifahan, di ummur beliau yang ke-63. Hasbunallah wa ni’mal wakil.

Inilah kisah singkat para pemberontak khalifah Ali bin Abi thalib radhiallahu anhu. Rasulullah shalallahu alaihi wasalam mengabarkan mereka mendapatkan tempat yang amat buruk di akhirat.

Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda "Mereka (khawarij) adalah sejelek-jelek bangkai di bawah naungan langit, dan sebaik-baik orang yang terbunuh adalah orang yang dibunuh oleh mereka" Begitu juga dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Umamah, At Tirmidzi, dan yang lainnya. (Dishahihkan Al Albani dalam tahqiq-nya terhadap Kitab Sunan At Tirmidzi (nomor. 2397). Lihat Al Fath Ibnu Hajar Asqalani rahimahullah (2/46,205)).

Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda, “Ketahuilah bahwa mereka adalah anjing-anjing penduduk neraka.” (HR Al-Ajurri dalam Asy-Syari’ah 156, hasan, HR Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah 428 dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Zhilalul Jannah, Lihat Al Fath Ibnu Hajar Asqalani rahimahullah 2/46,205)

Dibunuhnya Ibnu Muljam (Tokoh Khawarij Yang Membunuh Ali)

Imam Ibnul Jauzi berkata : "Ketika Ali telah wafat dikeluarkanlah Ibnu Muljam untuk dibunuh. Maka Abdullah bin Ja'far memotong kedua tangannya dan kakinya, tapi dia tidak berteriak dan tidak berbicara, kemudian matanya dipaku dengan paku panas, dia juga tetap tidak berteriak bahkan dia membaca surat Al 'Alaq sampai habis dalam keadaan darah mengalir dari dua matanya. Dan ketika lidahnya akan dipotong barulah dia berteriak, maka ditanyakan kepadanya : 'Mengapa engkau berteriak?' Dia berkata : 'Aku tidak suka kalau aku mati di dunia dalam keadaan tidak berdzikir kepada Allah.' Dan dia adalah orang yang keningnya berwarna kecoklatan karena bekas sujud. Semoga Allah melaknatnya." (Talbis Iblis halaman 122)
http://al-jasary.blogspot.com/2011/01/manusia-paling-celaka-adalah-pembunuhmu.html http://syangar.bodo.blogspot.co.cc

-
-

-





- <br /> <data:blog.pageTitle /> <br />
-
-

-



-


-
-

-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-

-

-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-

-
-




-

-
-





-
-

-


-
-




-
-

-
-





-
-


-




-
-

-
-



-

-
-
-
-


-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-



-
-

-
-
-




-
-
-




-


-
-


-
-

-
-


-
-


-
-

-
-


-
-

-
-




-
The XML page cannot be displayed
Cannot view XML input using XSL style sheet. Please correct the error and then click the Refresh button, or try again later.


--------------------------------------------------------------------------------

Multiple colons are not allowed in a name. Error processing resource 'file:///C:/Users/DEWI NIRWANA/AppData/Local/Temp/temp...

-
-