Ajaran tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, ajaran utamanya zikir. Ajaran zikir menempati posisi sentral dalam keseluruhan doktrin tarekat, yang sumbernya sangat jelas dikemukakan dalam berbagai ayat-ayat al-Qur’an. Antara lain, bahwa orang-orang yang beriman diminta untuk selalu berzikir dengan sebanyak-banyaknya (QS. Al-Ahzab:41). Juga dinyatakan, dengan berzikir membuat hati tenang atau jiwanya tenteram (QS. Thaha:14). Zikir kepada Allah tidak mengenal waktu, selamanya dan di mana saja selalu baik dan tetap dianjurkan. Bila seorang mukmin lupa kepada Allah maka Allah akan membuat dirinya lupa. Sebaliknya, dengan senantiasa mengingat Allah maka manusia akan dapat menginsafi bahwa kehidupannya berasal dari Allah dan kelak akan kembali kepada-Nya.



Adapun praktek suluk yang dilakukan murid ketika masuk tarekat dimulai dengan prosesi bai’at, atau sering juga disebut tlqin zikir. Urutan ritualnya sebagai berikut:
a. Murid dan Mursyid sama-sama membaca: Bismillâhirrahmânirrahîm
b. Murid dan Mursyid sama-sama membaca: Allâhumma iftah lî futûh al-Ârifîn (7X)
c. Murid dan Mursyid sama-sama membaca: Alhamdulillâh wa al-shalât wa al-salâm ‘alâ habîbik al-adhîm habîb al-aliyyil adhîm Saayyidinâ Muhammad al-hâdî ilâ shirât al-mustaqîm
d. Murid dan Mursyid sama-sama membaca: Allâhummashalli ‘alâ sayyidinâ Muhammad wa ‘alâ alih wa sallim (2X)
e. Guru mengajarkan zikir, yang selanjutnya ditirukan oleh murid: Lâ ilâha illa Allâh (3X), Sayyidunâ Muhammadun Rasulullâh
f. Keduanya membaca shalawat munjiyat: Allâhumma shalli ‘alâ sayyidinâ Muhammad shalâtan tunjînâ bihâ min jamî’ alahwâl wa al-‘âfât wa taqdhî lanâ bihâ jamî’ al-hâjat wa tuthahhirunâ bihâ min jamî’ al-sayyiât wa tarfa’unâ bihâ indaka a’lâ al-darajât wa tuballighunâ bihâ aqshâ al-ghâyât min jamî’ al-khairât fi al-hayât wa ba’d al-mamât
g. Guru membaca ayat: Innâ al-ladzîna yubâyi’unaka innamâ yubayi’unallâh yadullâhi fauqa aidîhim faman nakatsa fainnama yankutsu ‘alâ nafsih wa man ûfia bimâ ‘âhada alaihullâh fasayu’tîhi ajran ‘adhîmâ  
h. Membaca fatihah untuk Rasulullah saw dan kepada ahli silsilah Qadiriyah-Naqsyabandiyah khususnya Sulthanul Auliya’ Syekh Abdul Qadir al-Jilani dan Sayyid Abu Qasim Junaid al-Baghdadi. Juga kepada Syekh Ahmad Khatib Sambas dan Sayyid Abdul Karim Banten serta tempat guru mengambil ijazah
i. Guru men-tawajjuh-kan murid
Setelah seorang murid mengikuti talqin ini maka secara resmi dia sudah menjadi pengikut tarekat. Selanjutnya dia mengamalkan ajaran-ajaran dalam tarekat tersebut, khususnya dalam tata cara dzikirnya. Pertama-tama seorang zâkir harus membaca istighfâr sebanyak 3X, kemudian membaca shalawât 3X, baru kemudian mengucapkan zikir dengan mata terpejam agar lebih bisa menghayati arti dan makna kalimat yang diucapkan yaitu lâ ilâha illa Allâh. Tekniknya, mengucap kata la dengan panjang, dengan menariknya dari bawah pusat ke arah otak melalui kening tempat diantara dua alis, seolah-olah menggoreskan garis lurus dari bawah pusat ke ubun-ubun –suatu garis keemasan kalimat tauhid–. Selanjutnya mengucapkan ílâha seraya menarik garis lurus dari otak ke arah kanan atas susu kanan dan menghantamkan kalimat illa Allâh ke dalam hati sanubari yang ada di bawah susu kiri dengan sekuatkuatnya. Ini dimaksudkan agar lebih menggetarkan hati sanubari dan membakar nafsu-nafsu jahat yang dikendalikan oleh syetan.

Selain dengan metode gerakan tersebut, praktek zikir di sini juga dilaksanakan dengan ritme dan irama tertentu. Yaitu mengucapkan kalimat lâ, ilâha, illa Allâh, dan mengulanginya 3X secara pelan-pelan. Masing-masing diikuti dengan penghayatan makna kalimat nafy isbat itu, yaitu lâ ma’buda illa Allâh (tidak ada yang berhak disembah selain Allah), lâ maqsuda illa Allâh (tidak ada tempat yang dituju selainAllah), dan lâ maujuda illa Allâh (tidak ada yang maujud selain Allah). Setelah pengulangan ketiga, zikir dilaksanakan dengan nada yang lebih tinggi dan dengan ritme yang lbih cepat. Semakin bertambah banyak bilangan zikir dan semakin lama, nada dan ritmenya semakin tinggi agar “kefanaan” semakin cepat diperoleh. Setelah sampai hitungan 165 X zikir dihentikan, dan langsung diikuti dengan ucapan Sayyidunâ Muhammadur Rasulullâh shallallâhu ‘alaih wa sallam. Demikian teknik yang dilakukan, seterusnya setiap kali usai shalat maktubat¸ kewajiban zikir 165 X ini menjadi baku bagi murid yang sudah bai’at.

Jadi zikir pertama yang diamalkan murid adalah zikir nafy isbât, dengan suara jahr, inilah yang merupakan inti ajaran Qadiriyah. Setelah itu, murid dapat melangkah kepada model zikir berikutnya yaitu ism dzat, yang lebih menekankan pada zikir sir dan terpusat pada beberapa “Lathifah”. Untuk lebih jelasnya ajaran tentang pengisian “lathifah” tersebut.


No. Nama LatifahTempat Berhubungan dengan Anggota BadanSifat KejahatanSifat Kebaikan
1Qalbi2 jari di bawah susu kiriJantungHawa nafsu, cinta dunia, sifat iblis dan syaithan.Iman, Islam, Tauhid, ma’rifat, sifat Malaikat.
2Ruh 2 jari di bawah susu kananParu paruLoba (tamak) dan rakusQana’ah (mererima apa adanya)
3Sirr2 jari di atas susu kiriHatikasar Pemarah dan dendamPengasih, penyayang, lemah lembut
4Khafi2 jari di atas susu kananLimpaHasad (dengki) dan MunafikSyukur, ridha, sabar, dan tawakkal
5AkhfaDi tengah tengah dadaEmpeduRiya’, takabbur, ujub, dan sum’ahIkhlas, khusyu’, tadlarru’ (rendah hati)
6Nafs NatqiyahDi antara 2 kening OtakJasmaniBanyak kayalan, dan angan-anganJiwa tenteram dan tenang pikiran
7Kullu JasadSeluruh tubuhSeluruh anggota badanJahil, lalai, lupa, lengahBertambah ilmu dan amal


Dapat dilihat dari tabel di atas beberapa sifat yang harus dihilangkan dalam diri seorang murid, dengan melalui zikir yang harus terisi dalam “lathifah” yang berjumlah 7 “lathifah” tersebut, untuk mencapai sifat-sifat yang terpuji. Sementara zikir yang harus dilakukan oleh seorang murid adalah sangat tergantung kepada kondisi batin seorang murid, berapa kali mereka akan berzikir, dan untuk menilai kemampuan murid dalam jumlah yang harus dibebankannya adalah sang guru dapat menilainya melalui “indera keenam”. Selain zikir sebagai ajaran khusus, tarekat Qadiriyah- Naqsyabandiyah tetap sangat menekankan keselarasan pengamalan trilogi Islam, Iman, dan Ihsan, atau yang lebih akrab lagi dengan istilah syari’at, tarekat, dan hakekat.24 Dalam konteks ini pengamalan dalam tarekat hakekatnya tidak jauh berbeda dengan kalangan Islam lain. Semuanya dimaksudkan untuk dapat mengimplementasikan Islam secara kâffah, tidak saja dimensi lahir tetapi juga dimensi batin.