1.      Musuh Utama manusia adalah dirinya sendiri
2.      Kegagalan utama manusia adalah kesombongan
3.      Kebodohan utama manusia adalah sifatnya yang penipu dan munafik
4.      Kesedihan utama manusia adalah sifat iri hati
5.      Kesalahan utama manusia adalah mengabaikan dirinya sendiri
6.      Dosa utama manusia adalah menipu dirinya sendiri
7.      Sifat utama manusia yang menyedihkan adalah perasaan rendah diri
8.      Sifat manusia yang terpuji adalah semangat dan keuletannya
9.      Kehancuran besar adalah rasa putus asa
10.  Harta utama manusia adalah kesehatannya
11.  Hutang terbesar manusia adalah hutang budi
12.  Hadiah utama manusia adalah berlapang dada dan pemaaf
13.  Kekurangan terbesar manusia adalah sifat keluh kesah dan tidak bijaksana
14.  Ketentraman dan kedamaian utama manusia adalah berdana dan beramal

والعصر ، إن الإنسان لفي خسر إلا الذين آمنوا وعملوا الصالحات وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر
Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam keadaan rugi, kecuali mereka yang beriman, beramal shalih, nasihat-menasihati dalam kebenaran dan nasihat-menasihati dalam kesabaran."
Mari sejenak mencoba merasakan sentuhan-sentuhan surat Al-'Ashr yang mulia ini, menyelami isyarat-isyaratnya tentang kehidupan yang dialami oleh manusia. Hidup manusia hanyalah kumpulan detik-detik yang jika tidak dimanfaatkan dalam kebaikan maka ia akan hilang dalam kesia-siaan, apalagi jika dihabiskan dalam kemaksiatan, sungguh merupakan kerugian yang besar. Setiap detik yang terlewat adalah bagian dari umur yang hilang dan tak akan pernah kembali. kemudian suatu saat nanti, akan tiba masanya dimana manusia pasti melewati detik-detik terakhir dari kehidupannya. Setelah itu ia akan menjalani kehidupan benar-benar asing baginya, kehidupan hakiki untuk mempertanggung jawabkan segala amalannya di dunia. Kehidupan abadi yang membutuhkan bekal yang harus dicari semasa hidup di dunia ini.
"Wa'l-'Ashr" .Demikianlah Allah Swt. bersumpah atas kerugian seluruh manusia. Bukan sekedar merugi sekali atau dua kali, tetapi hidup itu sendiri adalah kerugian besar bagi manusia. Dalam bahasa Arab, Kata "fii" pada penggalan ayat "lafî khusr" menunjukkan makna inghimâs (tenggelam di dalam). Sama seperti ketika seseorang berkata "fî al-masjid" yang artinya berada di dalam masjid, atau "fi al-maa'" berada dalam air. Demikian juga dengan ayat di atas, juga mengisyaratkan bahwa manusia seluruhnya berada/tenggelam dalam kerugian ini.
Mengapa demikian? Sebab, jika ia hidup kemudian tidak melakukan apa-apa, maka ia telah rugi besar, karena harus mempertanggungjawabkan detik-detik kehidupannya di akhirat kelak. Apakah ia berbuat baik,buruk atau tidak berbuat apa-apa. Kalau kesempatan hidup yang hanya sekali ini digunakan untuk diam saja, berarti ia telah merugi karena pada hakikatnya ia diperintah untuk berbuat baik dengan umur yang diberikan kepadanya. Selama ia tidak berbuat apa-apa berarti selama itu pula ia telah meninggalkan perintah dan harus mempertanggung jawabkannya. Apalagi umurnya hanya dipakai untuk bermaksiat, tentu kerugiannya akan berlipat ganda.
Namun Allah Swt dengan kasih sayang-Nya menunjukkan kepada manusia jalan keluar dari kerugian ini. Hanya ada tiga jalan yang harus ia lewati agar selamat dan tidak merugi. Ketiga jalan itu adalah:

a. Iman
Ia adalah anugrah Allah Swt. yang paling berharga bagi manusia. Karenanya seorang beriman bersedia hidup di dunia. Sebab ia akan berkata, "Lebih baik saya tidak usah ada di dunia, kalau harus hidup tanpa iman. Iman lebih mahal dari nyawa saya, ia harus saya jaga dan pertahankan walau harus ditebus dengan nyawa." Iman inilah penyemangat dan penenang hidup manusia. Iman ini juga yang menjadi bagian atau dasar utama dalam berbuat kebaikan, serta syarat utama diterimanya amal shalih . Tanpa iman, kebaikan yang dilakukan tiada berarti di sisi Tuhannya. Ia akan hancur bagai debu berterbangan. Mengapa iman bagian dari amal, karena iman itu sendiri adalah amal qalbu (hati). Dan amal qalbu ini tidak akan disebut sebagai iman tanpa dibuktikan dengan amal perbuatan.

b. Amal shalih
Amal shalih adalah buah dan wujud nyata iman itu sendiri. Oleh karena itu dalam banyak tempat di dalam Al-Quran iman selalu digandengakan dengan amal shalih. Ulama salaf mendefinisikan iman dengan: "Keyakinan dan ketundukan hati, yang dibuktikan dengan ungkapan lisan dan amal perbuatan." Jadi iman bukan sekedar kepercayaan hati, karena sekedar percaya, tidak mesti tunduk dan mengikuti sesuatu yang dipercayainya. Sebab ada sebagian orang yang mengaku beriman tapi tidak mau menjalankan kewajiban yang merupakan kosekuensi keimananya. Seperti segelintir orang yang mengaku percaya Tuhan, namun merasa tidak perlu menjalankan perintah-Nya.
Apalagi sekedar mengaku percaya, tapi ucapannya malah memangkas keimanannya, dengan melakukan mengucapkan atau melakukan perbuatan yang menafikan iman itu sendiri. Oleh karena itu ada perbuatan-perbuatan yang disebut ulama sebagai nawâqidh al-îmân (hal-hal yang membatalkan iman) yang bila dilakukan dapat membatalkan keimanannya. Sama seperti orang yang menanam pohon, kemudian ia pangkas atau cabut lagi pohon itu. Ia tanam pohon keimanan namun ia pangkas lagi dengan perkataan dan perbuatan yang menafikan iman itu sendiri sehingga tiada tersisa.

c. Nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran
Kita adalah makhluk sosial yang tidak hanya dituntut untuk shalih pribadi, tetapi juga shalih untuk orang lain. Ada tuntutan untuk menularkan kebenaran (al-Haq) kepada orang lain, terutama kepada keluarga. Kita diperintah untuk menasehati orang lain, dengan kata lain berdakwah kepada orang lain menuju al-Haq. Apakah yang dimaksud dengan al-Haq di sini? Kalau kita merujuk kembali ke buku-buku tafsir ulama Salaf, kita akan menemukan bahwa tafsir mereka tentang makna al-haq ini berkisar antara dua hal:
a. Al-Quran atau Agama Islam
Makna ini seperti yang ditunjukkan dalam firman-Nya yang lain:
وبالحق أنزلناه وبالحق نزل
"Dan dengan benar (mengandung kebenaran) kami menurunkan al-Quran itu, dan dengan benar ia turun (ia sampai kepadamu wahai Muhammad, terjaga dari segala macam distorsi dan penyelewengan)." (Tafsir Ibnu Katsîr)
b. Allah Swt.
Allah Swt, menamakan diri-Nya dengan al-Haq.
ذلك بأن الله هو الحق وأنه يحي الموتى وأنه على كل شيء قدير
"Demikian itu karena Allah Dia-lah al-Haq dan Dia-lah yang menghidupkan yang mati dan Dia-lah yang Mahakuasa atas segala sesuatu."
Kedua makna ini tidaklah bertentangan, tetapi saling melengkapi. Karena memang hanya Allah satu-satunya Tuhan yang benar dan pantas disembah, serta mahabenar Dia dengan firman-Nya yaitu al-Quran. Artinya bahwa menyampaikan kebenaran adalah berdakwah kepada orang lain untuk bertauhid dan menyembah Allah Swt dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Aajaran tauhid yang benar itu tentunya seperti yang diajarkan oleh Allah sendiri melalui firmannya di dalam Al-Quran. Maka, mendakwahkan al-Haq disini bukanlah masalah ringan. Para Nabi saja, walau disokong dengan mukjizat dan malaikat, tetap saja menghadapi berbagai macam rintangan dan hambatan dalam menyampaikan risalah al-Haq ini. Tentu umatnya, tidak akan pernah lepas dari rintangan dan hambatan yang akan selalu menghalangi dakwah yang mereka bawa.
Menghadapi segala macam rintangan dan cobaan ini, manusia membutuhkan kualitas keberanian dan kesabaran yang prima. Coba anda berdiri membela al-Haq ini sendirian, jauh dari syahwat dan kepentingan pribadi, kepentingan keluarga, persahabatan, dan maslahat apapun. Sungguh ia amat berat. Apalagi bahwa berada dalam kebenaran dan membelanya, tidaklah untuk sementara waktu, tetapi selama hayat dikandung badan. Agama ini sungguh amanah yang paling berat yang pernah dikenal manusia. Manusia dituntut untuk tetap tangguh, sabar dan istiqamah. Pantas saja jika Allah Swt berfirman:
إتا سنلقى عليك قولا ثقيلاً
"Sesungguhnya kami akan membebankan kepadamu perkataan yang berat."
Oleh karena itu manusia sangat membutuhkan nasehat dari sesama muslim untuk tetap istiqomah dan sabar dalam kebenaran dan membela kebenaran." Wallahu a'laa wa'lam

HIDUP MANUSIA

Hidup itu adalah anugerah, sekaligus merupakan kesempatan, dan satu kali saja  di dunia ini. Kita tidak mengenal apa itu yang disebut reinkarnasi atau penjelmaan manusia dari yang saat ini menjadi tikus atau kucing atau monyet dan sebagainya. Karena hidup itu hanya sekali saja di dunia ini, maka kita perlu mempergunakan hidup ini dengan sebaik-baiknya. Saya tidak tahu bagaimana anda menjalani hidup ini? Namun nyatanya ada orang yang menyia-nyiakan hidupnya. Mereka hidup dengan semena-mena, mempergunakan obat bius, obat terlarang serta merusak tubuhnya sendiri.Seakan-akan mereka mau katakan karena hidup itu sekali saja, maka bertindaklah seenak hati. Apakah ini bisa dibenarkan? Saya yakin anda pasti tidak menyetujuinya.
Hari ini kita tidak tahu kapan dan bagaimana kita meninggal? Namun permisi tanya, kalau kita meninggal hari ini, kita mau pergi mana? Apakah kita sudah pasti masuk ke Sorga? Jikalau pertanyaan ini ditujukan kepada anda, bagaimana jawaban anda?  Banyak orang ragu untuk menjawab pertanyaan ini. Karena mereka memang tidak tahu, kalau sudah mati nanti mau ke mana? Lalu mungkin mereka juga ragu kalau bisa masuk surga atau tidak? Merreka mengatakan, bagaimana bisa dikatakan pasti masuk surga, sedang hidup di dunia ini saja tidak karuan? Itu sebabnya muncullah apa yang disebut kepasrahan hidup. Jadi mereka mengatakan, sudahlah, yang penting saat ini saya bisa bersenang-senang, bersuka-cita.
Mumpung masih muda, mumpung ada uang, mumpung ada kesempatan. Soal sorga itu cerita nanti, belum saatnya. Ceritakan saja kepada mereka yang berumur lanjut. Atau ceritakanlah kepada mereka yang saat ini sedang sekarat di rumah sakit, barangkali mereka sangat membutuhkannya.
Namun permisi tanya, apakah alasan di atas bisa dibenarkan? Tentu tidak bukan, mengapa? Karena kita tidak tahu kapan kita meninggalnya? Itu sebabnya perlu persiapan, sehingga k alau kita meninggal nanti sudah ada tempat yang tersedia bagi kita yaitu sorga dan kita diijinkan masuk ke sana.
Masalahnya sekarang adalah apakah kita sudah mempunyai iman seperti itu?
Bersyukurlah kalau hari ini anda sudah yakin boleh masuk ke Sorga? Namun ingat, yakin saja tidak cukup? Apa dasarnya? Saya ingin memberitahukan pada anda bahwa dasarnya adalah kita harus ada Tuhan Yesus dalam hidup kita, dan kita menyerahkan segenap hati kita kepada Dia. Tanpa itu, omong kosong, karena Tuhan  Yesus berkata "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6). 
Ingatlah, kalau kita hendak pergi ke suatu tempat, kita pasti melewati jalan, mungkin jalan itu sempitatau  lebar, beraspal atau becek atau juga lewat laut dan udara. Namun tanpa jalan tersebut kita tidak akan sampai ke tempat tujuan tersebut. Demikian juga kalau kita mau ke surga, ada jalannya, dan jalannya itu satu-satunya adalah melalui Yesus Kristus.
Sudahkah anda menempuh Jalan yang benar itu?
 "Jangan hatimu gelisah," kata Yesus kepada mereka.
"Percayalah kepada Allah, dan percayalah kepada-Ku juga. Di rumah Bapa-Ku ada
banyak tempat tinggal. Aku pergi ke sana untuk menyediakan tempat bagi kalian.
Aku tidak akan berkata begitu kepadamu, sekiranya itu tidak demikian (Yohanes
14 : 1,2)
http://syangar.bodo.blogspot.co.cc